Kamis, 02 Mei 2013

05. Arti Penting Organisasi dan Metode Organisasi Untuk Kolektif


1. Perbedaan Antara Massa dan Kelas
Mengapa sangat penting untuk mengenali perbedaan antara massa dan kelas? Apa yang dapat terjadi, ketika kita tak mampu membedakan keduanya berarti tak akan ada satupun praktik revolusioner yang memiliki kesadaran. Kami bukannya sedang bermain dengan kata-kata. Lihat. Kita hidup di dalam masyarakat massa. Dan semua itu tidak terjadi dengan sendirinya. Massa adalah sebuah bentuk organisasi yang spesifik. Alasannya jelas. Konsumsi diorganisir oleh korporasi. Produk yang mereka hasilkan mendefinisikan massa. Massa bukannya sebuah klise—”massa”—tapi suatu rutinitas yang mendominasi keseharianmu.
Memahami struktur pasar massa merupakan satu langkah ke depan memahami apa yang terjadi pada perjuangan kelas.
Apakah massa itu? Banyak orang menganggap massa sebagai jumlah—seperti halnya jalanan dan stadium yang ramai. Tapi struktur yang membentuknyalah yang justru menentukan sifatnya. Massa adalah tumpukan orang-orang yang terpisah, tercerabut, dan tak dikenal. Massa hidup di kota-kota yang secara fisik dekat namun secara sosial terpisah. Kehidupan mereka terprivatisasi dan rusak. Coca-cola dan kesepian. Eksistensi sosial massa—aturan-aturan dan regulasinya, strukturisasi status, dan kepemimpinannya—diorganisasikan melalui konsumsi (pasar massa). Mereka semua merupakan produk sebuah organisasi sosial yang khusus, yaitu masyarakat kita.
Sudah pasti bahwa tiada satupun orang yang mengakui bahwa mereka merupakan bagian dari massa. Selalu saja orang lain yang menjadi massa. Masalahnya adalah bukan hanya korporasi yang mengorganisasikan kita semua menjadi massa. “Gerakan” itu sendiri bersikap seperti halnya sebuah massa dan pengorganisirnya mereproduksi hirarki massa.
Yakinlah, coba pikir bagaimana cara kalian meredam api? Dengan air bukan. Hal yang sama berlaku juga untuk revolusi. Kita tidak melawan massa (pasar) dengan (gerakan) massa. Kita melawan massa dengan kelas. Tujuan kita bukan untuk menciptakan sebuah gerakan massa tapi sebuah kekuatan kelas.
Apa sih kelas itu? Kelas adalah sebuah kekuatan sosial terorganisir yang memiliki kesadaran. Misalnya, kelas penguasa sadar akan kelasnya oleh karena itu ia tidak hanya mengorganisir kelasnya, tapi juga (massa) yang ia kuasai. Korporasi adalah kesadaran diri dan kekuatan kolektif kelas penguasa. Kami bukannya berkata bahwa relasi kelas sama sekali tidak eksis di ranah lainnya dalam masyarakat. Tapi relasi tersebut akan selalu menjadi pasif selama mereka diatur hanya untuk kondisi-kondisi obyektif (yaitu situasi kerja). Apa yang penting adalah partisipasi aktif (subyektif) kelas itu sendiri. Prasangka kelas bukanlah kesadaran kelas. Suatu kelas sadar akan eksistensi sosialnya karena ia berusaha untuk mengorganisir dirinya. Massa tidak sadar akan eksistensi sosialnya karena ia diorganisasikan oleh IBM dan Coca-Cola. Moral cerita adalah: massa tetaplah massa karena ia diorganisasikan sebagai massa. Jangan terkecoh dengan nama-nama kemasan. Massa sedang berpikir dengan bokongmu.
2. Keunggulan Kolektif
Grup kecil adalah orang-orang yang saling bertemu karena adanya kebutuhan bersama. Bentuk seperti ini cenderung sering berfungsi untuk melawan sifat massa—yang spesifiknya ingin melepaskan diri dari keseharian hidup yang terisolasi dan struktur gerakan massa.
Masalahnya adalah seringkali grup seperti ini tak dapat menciptakan suatu eksistensi independen dan identitasnya sendiri karena ia terus mendefinisikan dirinya secara negatif, yaitu sebagai yang berlawanan.
Selama titik referensi mereka berada di luar semua itu, politik grup tersebut cenderung mudah dipengaruhi oleh kejadian-kejadian dan krisis.
Grup kecil dapat menjadi suatu tahapan menuju kolektif, bila iamembangun sebuah kritik yang titik berangkatnya diperoleh dari frustasi-frustasi yang disebabkan oleh orientasi luarnya. Terbentuknya sebuah kolektif terjadi ketika orang-orang memiliki pandangan politis yang sama dan sepakat tentang metode perjuangan.
Kenapa harus kolektif yang menjadi fokus utama organisasi? Karena kolektif adalah alternatif dari struktur masyarakat yang ada sekarang ini. Merubah relasi sosial lebih merupakan suatu proses ketimbang sebuah produk revolusi. Dalam kata lain, kamu menciptakan revolusi dengan merubah relasi-relasi sosial. Kamu harus sadar dalam membuat kontradiksi di dalam sejarah.
Konkritnya, ini bermakna: organisir dirimu, bukan orang lain. Kolektif merupakan pangkal organisasional sebuah masyarakat tanpa kelas. Sebagai sebuah organisasi formal, kolektif menegasikan setiap bentuk hirarki. Untuk mengatasi keterasingan adalah bagaimana membuat dirimu sebagai subyek, bukannya obyek, dari sejarah.
Satu halangan sulit dalam pembentukan kolektif-kolektif adalah periode transisional—ketika kolektif harus bertahan bahu-membahu ditengah sifatnya yang disintegratif dan di dalam konteks masyarakat massa. Disintegrasi gerakan bukanlah sebuah fenomena yang terisolir, tapi merupakan suatu ekspresi melemahnya institusi-institusi masyarakat Amerika yang bertanggung jawab akan keterasingan yang kita alami. Banyak orang terdemoralisasi ketika mencapai proses ini dan bingung karena mereka secara tak sadar masih bersandar pada eksistensi institusi-institusi tersebut. Kita sedang menyaksikan perpecahan dan perubahan sebuah institusi yang integral dengan masyarakat—pasar massa. Pasar massa merupakan struktur korporat di mana sangat sedikit orang benar-benar menyadari bagaimana semua itu mempengaruhi kehidupan politik kita. Kita benar-benar masih bersandar pada “pemimpin”, entah mereka Chicago 7(1) atau 7up. Pemahaman kami tentang bentuk organisasi kolektif berangkat melalui kritik terhadap kediktatoran produk dan massa.
Kontradiksi-kontradiksi yang hadir menegaskan bahwa siapapun yang berniat membentuk sebuah kolektif, paham siapa mereka dan apa yang mereka lakukan. Karena itulah kamu harus menganggap kolektifmu sebagai yang primer. Karena, apabila kamu tak mempercayai legitimasi bentuk organisasi semacam ini, kamu tak akan mempunyai analisis praksis dari apa yang sedang terjadi. Jangan menipu dirimu sendiri. Usaha untuk membangun ketahanan dan keberlangsungan kolektif dalam sejarah sekarang ini, akan menjadi sangat sulit.
Apa yang penting adalah bagaimana kolektif-kolektif bisa menjadi bagian dari sejarah—bagaimana mereka mampu menjadi sebuah kekuatan sosial. Tidak ada jaminan akan hal ini dan kita tak seharusnya menganggap enteng. Keunikan dari membangun kolektif-kolektif adalah perpisahan tegasnya dengan setiap bentuk organisasi hirakis untuk merekonstruksi sebuah masyarakat tanpa kelas.
Pola pikir banyak pengorganisir radikal biasanya mentok di seputar konsep gerakan massa. Bentuk perjuangan semacam ini, seradikal apapun tuntutannya, tidak pernah mengancam struktur paling dasar—yaitu massa itu sendiri.
Menimbang setiap kemungkinan yang ada, dibutuhkan usaha yang kuat untuk membayangkan sebuah bentuk eksistensi yang baru. Ruang harus diciptakan sebelum kita memikirkan hal-hal seperti ini agar mampu membangun legitimasi untuk bertindak menurut hal-hal tersebut.
Bentuk kolektif adalah praksisnya. Kolektif berlawanan dengan massa. Ia mengkontradiksikan struktur massa. Kolektif adalah anti-massa.
3. Parameter Jumlah Kolektif
Tujuan setiap organisasi adalah bagaimana membuatnya semudah mungkin, atau seperti yang dipaparkan oleh Marshall McLuhan, “tinggi pada partisipasi, rendah dalam definisi.” Kecenderungannya malah sebaliknya, karena yang kami pahami dari bentuk organisasi yang ada adalah niatan untuk membentuk suatu struktur adminstratif yang akan berurusan dengan permasalahan politik.
Banyak orang enggan membahas secara mendalam permasalahan jumlah. Ada perasaan terpendam mengenai hal ini, entah itu karena tidak relevan atau isunya dirasa tak terlalu penting untuk dibicarakan. Mari mengangkatnya. Ukuran atau jumlah adalah pertanyaan tentang hubungan-hubungan sosial dan politik, dan bukan administrasi. Pernahkah kamu bertanya-tanya kenapa subyek semacam ini seringkali dihindari di rapat-rapat besar? Karena ia secara gamblang menantang sifat represif organisas-organisasi besar. Grup kecil yang berfungsi sebagai organ bentukan sebuah organisasi besar tidak akan pernah merasa sebagai grup kecil.
Kolektif seharusnya tidak lebih besar dari sebuah band—tidak termasuk orkestra. Ide mendasarnya adalah bagaimana mereproduksi kolektif, bukan mengekspansinya. Kekuatan sebuah kolektif bersandar pada organisasi sosial, bukan angka-angkanya. Sekali saja kamu berpikir mengenai merekrut orang-orang, kenapa tidak sekalian bergabung dengan Angkatan Bersenjata saja. Perbedaan antara ekspansi dan reproduksi sama seperti perbedaan antara menambah dan membiakkan. Kekuatan eskpansi bersandar pada angka-angka/jumlah dan yang disebut terakhir bersandar pada hubungan antara setiap orang.
Mengapa harus ada pembatasan jumlah? karena kita bukan manusia super dan juga bukan budak. Terlepas dari poin-poin tertentu, grup mengadakan sebuah rapat dan tanpa kamu sadari tiba-tiba kamu merasa harus mengangkat tangan dan berbicara. Kolektif berarti mengetahui batas-batas praktis percakapan. Fakta remeh ini merupakan basis bagi suatu pengalaman sosial yang baru.
Hubungan-hubungan yang tak setara dapat dilihat dengan jelas dan diatasi di dalam sebuah kolektif. “Apapun sifatnya otoritas di dalam organisasi besar, ia juga inheren di dalam unit organisasi kecil.” (Chester Barnard, The Function of Exectutives, 1938).  Sebuah grup kecil dengan seorang “pemimpin” merupakan inti dari sebuah masyarakat kelas. Organisasi dalam ukuran kecil membatasi wilayah yang mana terdapat kecenderungan individu untuk mendominasi. Poin-poin tersebut tepat dalam hubungan internal dan eskternalnya.
Sekarang ini, bentuk perjuangan membutuhkan suatu bentuk organisasi yang kuat dan gigih yang dapat membuat kita terhubung dengan kehidupan sehari-hari dan kondisi-kondisi represifitas. Apabila kita tak dapat menyelesaikan masalah seperti ini secara kolektif, berarti kita belum memiliki kapasitas untuk menciptakan sebuah masyarakat yang baru.
Berlawanan dengan apa yang dipercayai banyak orang, yaitu, logika “bersatu kita kuat bercerai kita runtuh”, justru akan lebih mudah melumpuhkan sebuah organisasi besar yang sentralis ketimbang kolektif yang bertumbuh di mana-mana tanpa komando sentral.
Ukuran adalah kunci keamanan. Namun peran terpentingnya terletak pada bagaimana kolektif mereproduksi hubungan sosial yang baru—yang prosesnya bisa dimulai sekarang juga.
Pembatasan jumlah/ukuran mengangkat permasalahan yang sulit. Apa yang akan kamu katakan pada seseorang yang bertanya, “Bisa gak aku gabung di kolektifmu?” Pertanyaan seperti ini sering menjadi alasan (seringkali tanpa disadari) akan keragu-raguan dari bentuk organisasi kolektif. Kamu tak dapat memisahkan kolektif dengan jumlahnya, karena ia harus tetap kecil untuk bisa eksis. Kolektif memiliki hak untuk memecat individu karena tindakan semacam ini menawarkan kesempatan bagi individu tersebut untuk membuat kolektif sendiri, yaitu, membagi-bagi tanggung jawab organisasi. Ini merupakan jawaban termudah dari pertanyaan di atas.
Sudah barang tentu, orang-orang akan menganggap kolektif itu eksklusif. Tapi itu bukan poinnya. Ukuran kolektif yang kecil menjadi esensial karena ia membuat batasan bagi otoritas.
Di sisi lain, organisasi besar, meski menerapkan keanggotaan yang terbuka, struktur aktivitasnya bersifat eksklusif ketika berhubungan dengan pembuatan keputusan dan partisipasi. Pilihannya adalah antara bergabung dengan massa atau menciptakan kelas. Proyek revolusionernya adalah bagaimana kita melakukannya sendiri. Ingat, Alexandra Kollontai(2) di tahun 1920 mengingatkan, “Esensi birokrasi adalah ketika orang ketiga menentukan nasibmu.”(3)
4. Kontak Antar Kolektif
Kolektif tidak berkomunikasi dengan massa. Kolektif berhubungan dengan sesama kolektif. Bagaimana apabila kolektif lainnya belum ada? Maka, tunggu sampai kolektif yang lain ada. Ya. Sudah barang tentu, bahwa kolektif juga berkomunikasi dengan yang lainnya, tapi tidak dengan memandang (yang lain) sebagai massa—sebagai seorang konstituen atau audiens. Kolektif berkomunikasi dengan individu guna merangsang swa-organisasi. Ia harus yakin bahwa orang-orang mampu mengorganisir diri mereka sendiri (swaorganisasi) dan memilih cara yang seperti itu dibanding partisipasi massa. Kolektif sadar bahwa membutuhkan waktu untuk membangun bentuk organisasi yang baru. Mudahnya, kolektif bertujuan untuk mengikis bentuk massa.
Masalah “komunikasi” yang biasanya ditemukan belakangan ini adalah orang-orang berpikir bahwa mereka harus berkomunikasi setiap saat. Kamu bisa melihat orang-orang membuat peran-peran administratif untuk berurusan dengan alur informasi sebelum mereka sama sekali tahu apa yang akan mereka bicarakan. Kolektif tidak terobsesi dengan “berkomunikasi” atau “berhubungan” dengan gerakan. Apa yang menjadi keberatannya adalah soal jumlah kebisingan—panggilan telpon tanpa henti, surat-menyurat, pengumuman pertemuan, dsb—yang digunakan untuk komunikasi. Sudah saatnya kita memikirkan dengan lebih matang apa yang akan kita katakan dan bagaimana mengatakannya.
Apa yang kami maksud dengan kontak? Kami ingin memulainya dengan mengusir birokrasi dari komunikasi. Idenya bermula dengan cukup sederhana. Kontak adalah sentuhan dari setiap sisi. Hal yang paling esensial darinya adalah sifatnya yang langsung dan dapat dipercaya. Dari mata ke mata.
Bentuk komunikasi lainnya—telepon, surat, dokumen, dsb—seharusnya tidak pernah menggantikan kontak langsung. Malahan, bentuk-bentuk komunikasi seperti itu hanya digunakan untuk merencanakan kontak langsung.
Kenapa kontak yang langsung sangat penting? Karena kontak langsung merupakan bentuk komunikasi yang paling sederhana. Terlebih lagi, kontak tersebut berwujud fisik dan melibatkan partispasi setiap indera—apalagi indera penciuman. Untuk alasan inilah bentuk kontak tersebut dapat dipercaya. Kontak tersebut juga berguna bagi keamanan. Mereka yang berbicara mengenai represi terus-menerus menyebarkan lembaran-lembaran kertas menanyakan nama, alamat, dan nomor telepon.
Sudah banyak sekali pertemuan yang bertujuan membuat kontak tapi pada kenyataannya hanya berupa kontak faksimil yang ganjil. Apa yang paling buruk dari semua ini dan yang paling sering mengumpulkan orang-orang adalah konferensi. Ini merupakan cara berpikir yang gampang yang merubah setiap orang menjadi turis dan penonton. Bentuk terendah dari eksistensinya adalah pertemuan tanpa henti—yang diadakan setiap malam.
Belum lagi komite-komite yang dibuat dengan cepat untuk merancang pertemuan.
Prinsip mendasar dari kontak antarkolektif adalah: kalian bertemu ketika memang ada yang perlu dibicarakan. Ini berarti dua hal.
Pertama, bahwa kamu sudah punya ide yang konkrit tentang apa yang akan kamu katakan. Kedua, kamu harus merancangnya sebelum pertemuan. Prinsip seperti ini akan memastikan bahwa komunikasi tidak akan menjadi masalah administratif. Bentuk kontak yang baru harus diciptakan. Kami memikirkan satu contoh. Seorang anggota satu kolektif dapat menghadiri pertemuan kolektif yang lain atau mungkin akan diadakan pertemuan bersama antar setiap kolektif. Cara yang pertama terkesan lebih praktis, meskipun, tak semuanya terlibat. Tidak diragukan lagi bahwa banyak bentuk kontak yang akan berkembang.
Kuncinya, adalah bagaimana menciptakannya.
5. Aksi Lokal Sebagai Prioritas
Kolektif harus memprioritaskan aksi lokal. Ia menolak politik massa kaum kulit putih nasionalis dengan komite-komite nasional, pengorganisir, dan idola-idolanya. Jadi, kolektif seharusnya di luar dari mainstream dan yang paling penting adalah tidak menyesalinya.
Tujuan kolektif adalah untuk meraih dan bertindak menurut ide-ide baru—singkatnya, untuk menciptakan ruangnya sendiri. Dan hal tersebut adalah yang paling penting bagi setiap kaum radikal Xerox yang berusaha mereproduksi citra mereka.
Kolektif adalah tumpuan revolusi. Ia tidak berpretensi untuk mengambil peran sebagai pelopor. Jangan mengharapkan apapun darinya. Kolektif bukanlah pemimpinmu. Biarkanlah ia berkembang sendiri. Kolektif sadar bahwa mereka adalah barisan yang paling akhir untuk memasuki dunia baru.
Keragu-raguan yang biasanya hinggap di pikiran setiap orang tentang aksi lokal mengekspresikan ketergantungannya pada keglamoran politik massa. Semua orang ingin memperlihatkan diri mereka ke atas layer revolusi—seperti yang dilakukan Yippies(5) atau White Panters(6). Sebegitu terinternalisasinya mereka dengan massa, mereka bertanya ke diri mereka sendiri perihal apa yang paling logis dalam konteks tersebut. Bagaimana bisa kami mencapai apapun tanpa aksi massa? Apabila kami tidak sama sekali menghadiri pertemuan dan demonstrasi. Akankah kami dilupakan? Siapa yang akan menganggap kami serius kalau kami tidak bergabung dengan mereka yang mempunyai status?
Perlahan kamu akan menyadari bahwa kamu terubah menjadi seorang penonton, sebuah objek. Politikmu bertempat di atas panggung dan relasi sosialmu adalah menjadi penonton yang duduk atau seorang partisipan di sebuah demonstrasi massa yang ramai. Fragmentasi pengalaman keseharianmu berlawanan dengan spektakulernya keterpaduan massa.
Di sisi yang berlawanan, prioritas aksi lokal adalah sebuah upaya untuk menyatukan kehidupan sehari-hari dan memecah massa. Level kesadaran seperti ini adalah suatu cara yang lahir melalui penolakan terhadap perilaku massa yang bersandar pada Leninisme dan ideologi TV. Aksi tersebut memungkinkan sebuah pelepasan `beban’ dari otak yang amat dibutuhkan oleh semua orang. Kamu akan merasa lega ketika mengetahui bahwa kamu dapat menciptakan sebuah situasi dengan melokalisasi perjuangan.
Bagaimana kamu membuat aksi lokal menjadi tidak provinsial? Bagaimanapun semua ini bersandar pada keseluruhan strategi yang kita gunakan. Provinsialisme terkadang adalah konsekuensi atau seringkali ketidaktahuan mengenai apa yang terjadi. Sebuah komune, misalnya, adalah sesuatu yang provinsial karena strateginya terbatas pada pertanian kecil dan glorifikasi dari penyebaran komune yang serupa. Apa yang mereka miliki adalah astrologi dan bukan sebuah strategi.
Aksi lokal harus berefleksi pada struktur global masyarakat modern. Takkan pernah ada aksi kolektif tanpa kolektif-kolektif. Namun penciptaan sebuah kolektif jangan dipahami sebagai kemenangan ataupun akhir. Resiko yang sering dihadapi oleh kolektif sepanjang sejarah adalah keterputusan (atau memutuskan diri) mereka dengan dunia luar. Permasalahannya adalah aksi apa yang akan dilakukan dan kapan. Terjadinya kolektif sebagai kekuatan sosial bersandar pada analisis sejarah dan alur dari aksi mereka sendiri.
Malahan, “provinsi-provinsi” hari ini bergerak mendahului pusat-pusat kesadaran dan motivasi politik. Dari Minnesota dan Mekong Delta, pemberontakan mulai meraih koherensi. Pusat-pusat ingin mengartikan apa yang terjadi, agar tetap terjaga akan apa yang terkandung di dalamnya. Karena alasan ini mereka butuh bentuk organisasi yang tersentralisir—atau koordinasi—seperti yang diistilahkan oleh kaum modernis.
Prinsip pertama aksi lokal adalah untuk mendesentralisir pemikiranmu yang terkungkung nasionalitas. Bawa keluar negerimu dari Salem. Keluar dari negeri Marlboro. Sadarlah bagaimana hidupmu diatur melalui pusat-pusat nasional. Gaya hidup adalah peran-peran yang dirancang agar kamu tetap berada di tempat. “Gaya adalah massa mengejar kelas, dan kelas melarikan diri dari massa.” (W. Rauschenbush, “The Idiot God Fashion,” Woman’s Coming of Age, eds Schmalhausen and Calvert, 1931).
Aksi lokal memberimu inisiatif dengan memampukanmu mendefinisikan situasi. Itulah praktik untuk mengetahui dirimu sebagai subyek. Marat(7) berkata: “Apa yang paling penting adalah mengangkat dirimu dengan rambutmu sendiri, untuk merubah dirimu luar dalam dan melihat dunia dengan mata yang segar.” Kolektif melihat ke luar dan dalam dan menangkap kenyataan.
6. Impian Persatuan
Prinsip persatuan lahir dari anggapan bahwa setiap orang adalah sebuah unit (sebuah fragmen). Persatuan berarti kesatuan yang memperbanyak dirinya sendiri. Kami takkan mengatakannya dengan langsung—sebagaimana persatuan telah menghapuskan kenyataan setiap perbedaan politis—kelas, rasial, seksual—bahwa hal tersebut merupakan bentuk tirani. Impian akan persatuan pada kenyataannya adalah sebuah mimpi buruk kompromi dan hasrat yang terkekang. Kita tidak setara dan persatuan melestarikan ketidaksetaraan.
Kolektif akan menjadi subyek yang ditekan oleh grup-grup diluarnya yang menuntut dukungan dalam berbagai bentuk. Setiap orang selalu berada dalam krisis. Melihat situasi seperti ini, sebuah grup dapat terilusi akan kesan bahwa mereka dimobilisasi secara permanen dan aktif tanpa memiliki politik mereka sendiri. Seruan untuk bersatu mengalihkan energi politis kolektif menjadi sekadar politik mendukung. Jadi, sebagai pencegahan, kolektif harus mematangkan politik dan rancangan aksi mereka sendiri. Dan yang paling penting, kolektif harus memahami terlebih dulu situasi krisis dan kecenderungannya yang akan menuntut militansi dengan “menyewa banyak orang”.
Kamu akan dituduh faksionalisme. Jangan buang-buang waktu mendengarkan tuduhan usang seperti ini. Kolektif bukanlah sebuah faksi. Untuk merespon lonceng Pavlov berarti memposisikan dirimu menjadi seekor anjing yang ngiler.(8) Takkan ada akhir dari kelaparanmu ketika hal tersebut ditentukan oleh orang lain.
Kamu akan dituduh terlalu elitis. Hal ini cukup beresiko dan jangan serta merta dinafikan. Pertama-tama,sebuah kolektif harus mengerti apa yang dimaksudkan dengan elitisme. Ketimbang memposisikan tuduhan tersebut pada kepemimpinan atau personalitas, pertama-tama, isunya harus ditempatkan pada konteks kelas. Sadari dari mana sebenarnya ide-idemu berasal dan apa hubungan ide tersebut dengan ideology dominan. Kamu juga harus bertanya hal sama kepada mereka yang menuduhmu. Apa latar belakang dan kepentingan kelas mereka? Sejauh ini banyak sekali orang yang bereaksi terhadap elitisme, dan karenanya, berupaya untuk menghindari isu yang disebut barusan. Bahwa hal tersebut dengan sendirinya adalah suatu reaksi kelas.
Internal adalah pancaran dari eksternal. Cara terbaik untuk tidak berperilaku sebagai elit adalah untuk menghindari pembentukan elitisme di dalam kolektif itu sendiri. Seringkali ketika tuduhan elitisme terbukti benar, secara internalnya mereka merefleksikan relasi kelas yang serupa.
Ada banyak sekali cara-cara kotor untuk meruntuhkan otonomi sebuah kolektif. Seruan untuk sebuah persatuan tak dapat lagi direspon secara otomatis. Waktunya telah datang untuk mempertanyakan motif dan keefektifan tindakan-tindakan tersebut—dan guna merasa tepat melakukannya, jargon adalah celoteh burung yang bertujuan untuk membuat kita merasa tak berdaya dan bodoh. Karena aksi kolektif tidak diorganisir secara massa, ia tak harus bersandar pada seruan persatuan untuk melakukan tindakan.
“Apakah `satu terpisah menjadi dua’ atau `dua menjadi satu’?” Pertanyaan ini merupakan sebuah subyek debat di China dan sekarang di sini. Debat ini adalah perjuangan antara dua konsepsi dunia. Yang satu percaya akan perjuangan, yang satu lagi persatuan. Kedua sisi ini telah menarik garis yang jelas antara mereka dan argumen mereka yang berlawanan secara diametris. Karenanya, kamu dapat melihat bagaimana satu terpecah menjadi dua.” (Terjemahan bebas dari Red Flag, Peking, 21 September, 1964).
7. Kegunaan Analisa
Seperti halnya takkan ada revolusi tanpa teori revolusioner, tanpa analisa takkan pernah ada yang namanya strategi. Strategi berarti berasumsi ke depan mengenai apa yang akan kamu lakukan. Strategi lahir karena ada analisis. Pada awalnya, kamu mungkin belum mengetahui apapun. Tujuan analisa adalah untuk tidak selalu mengetahui semuanya, tapi untuk mengetahui apa yang memang benar-benar kamu ketahui—secara kolektif. Esensi berpikir secara analitik adalah bagaimana untuk senantiasa mengetahui bahwa proses sama pentingnya dengan hasil. Mengembangkan suatu analisa membutuhkan cara berpikir yang baru. Tanpa cara berpikir seperti itu, kita akan terjebak dengan cara-cara lama. Pertanyaan tentang apa yang akan kita lakukan adalah yang paling sulit dijawab dan sesuatu yang akan memastikan apakah kolektif mampu terus bertahan. Susahnya pertanyaan tersebut membuat analisa menjadi semakin penting. Kita tak seharusnya terjebak dalam bentuk-bentuk iklan yang vulgar—slogan dan retorika. Fungsi analisa adalah untuk melahirkan sebuah perencanaan tindakan.
Kenapa belakangan ini cukup sedikit analisis praktis tentang apa yang terjadi sekarang? Beberapa orang ragu untuk menganalisa sesuatu yang tidak mereka pahami. Biasanya karena orang-orang tersebut merasa diri mereka tidak cukup mampu. Sebagian, hal seperti ini terjadi karena mereka belum pernah melakukannya, oleh karena itu mereka tidak menyadari kemampuan mereka. Di sisi yang lain lagi, banyak aktivis yang menganggap analisa sebagai kerja “intelektual”—yang sebenarnya lebih merupakan sebuah komentar yang berasal dari cara berpikir mereka sendiri. Dan yang terakhir, adalah mereka yang berpendapat bahwa hal tersebut tidak diperlukan dan merasa tak nyaman ketika ada yang melakukannya. Hal seperti ini seringkali merefleksikan disposisi kelas mereka. Anggapan-anggapan semacam ini merupakan produk dari suatu karakter gerakan yang, secara umumnya, masih tidak jelas.
Satu alasan dari asumsi-asumsi yang menyedihkan ini adalah karena analisa tidak cukup memberi kepuasan. Ini adalah salah satu cara untuk mengatakan bahwa analisa itu tidak praktis. Apa yang telah terjadi pada setiap pemikiran lebih baik baik dilihat melalui degenerasi analisis kelas yang menjadi definisi-definisi yang berlebihan, dan penuh bias. Diantara para penggila teori absrak yang susah dengan para peneriak slogan abstraksi yang mentah, kedua-duanya tidak memiliki perbedaan yang jauh. Teori menjadi dialek robot-robot, sementara slogan adalah produksi massa dari pikiran. Tapi, bukan berarti kita harus menafikan pemikiran ketika ide telah menjadi sedemikian mekanis.
Banyak orang sadar bahwa mereka hidup di dalam masyarakat yang belum terjelaskan. Setiap usaha untuk menggeluti permasalahan yang tidak cukup umum biasanya menghadapi respon yang jelek. Orang-orang tampaknya takut menganalisa diri mereka. Sebagian masalahnya ketika kita tidak mengetahui apa yang harus dilakukan mengungkap fakta bahwa kita tidak mengetahui siapa diri kita. Motivasi untuk melihat dirimu secara kritis dan untuk menjelaskan masyarakat hadir melalui keinginan untuk merubah kedua-duanya. Inti permasalahannya adalah kita tidak secara konkrit membayangkan kemenangan, kecuali mungkin, secara tidak sengaja.
Analisa berarti mempersenjatai otak. Kita dilumpuhkan oleh mereka yang berkata bahwa analisa itu intelektual ketika sebenarnya analisa adalah suatu alat imajinasi. Sebagaimana kamu harus menolak intelektualisme, kamu juga tidak dapat bergerak dengan amarah yang gegabah—tidak, kalau kamu memang ingin menang. Analisa seharusnya dapat membantu kita untuk mengekspresikan kemarahan dengan pintar. Belajar untuk berpikir, yaitu menganalisa, adalah satu langkah maju menuju aktivitas yang sadar.
Sudah pasti kamu akan merasa berat karena menurutmu hal seperti itu terkesan sulit. Sebenarnya, masalahnya adalah kamu berpikir lebih berat ketimbang kamu bergerak. Jangan terlalu dipersulit. Mulailah dengan apa yang sudah kamu ketahui dan yang ingin kamu ketahui lebih jauh. Analisa dimulai dari apa yang kamu minati. Pemikiran politis seharusnya menjadi bagian dari hidup keseharian, dan bukan suatu privilase kelas. Untuk bisa menjadi praktis, analisa harus memberimu pemahaman tentang apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya.
Berpikir seharusnya membantu membedakan antara apa yang penting dan yang tidak. Hal tersebut seharusnya dapat memperjelas hal-hal yang kompleks agar kita dapat memahaminya. Runtuhkan semuanya. Dalam proses menganalisa sesuatu kamu akan menemukan bahwa ada cara-cara lain untuk bergerak yang tadinya belum terlihat ketika kamu  baru memulainya. Itulah manfaat yang menyenangkan dari analisa. Untuk menyelidiki suatu masalah merupakan suatu permulaan untuk memecahkannya.
8. Format Baru yang Dibutuhkan
Kebutuhan akan format baru lahir dari kondisi format cetak yang ada sekarang yang berfungsi sebagai alat penindas. Kita harus mempelajari teknik-teknik periklanan. Iklan biasanya berisi pernyataan-pernyataan yang pendek, jelas, dan non-retoris. Kata-kata iklan. Iklan sendiri merepresentasikan keterputusan antara pendidikan kuliah dan kelebihan akan kata-kata. Iklan adalah suatu formula yang terkonsentrasikan untuk komunikasi. Kekuatan informasinya membuat sistem sekolah menjadi basi. Rahasianya adalah untuk meraih kesenangan dalam menciptakan bentuk seperti halnya dengan mengekspresikan ide.
Bagaimana bisa kita membela pengadopsian periklanan ketika fungsinya sangat opresif? Sebagai suatu medium, menurut kami, periklanan merepresentasikan mode produksi yang revolusioner. Penolakan terhadapnya telah menghasilkan stagnansi pikiran kita dan suatu romantisisme kasar dalam budaya politis. Mereka yang mengacuhkan periklanan berpikir dalam bahasa yang usang. Menggunakan teknik periklanan merubah orang yang melakukannya. Hal tersebut membuat menulis menjadi menyenangkan karena dalam bentuk cetaknya ia juga berusaha membuatnya seperti oral.
Apa yang kami maksud dengan menggunakan teknik periklanan adalah dengan menggunakannya secara fisik. Seringkali kita tak sadar akan haltersebut dan, bila kita memang sadar, kita tidak mencoba bertindak—membalikannya. Dasar periklanan adalah repetisi. Cara paling efektif untuk membalikan periklanan adalah dengan membuat kontradiksi di dalamnya menjadi telanjang. Iklankan hal tersebut. Kerapuhan periklanan terletak pada kemungkinan untuk menggunakannya melawan para pengeksploitasi.
Jerry Rubin(9) berkata kalau media harus digunakan setiap saat. Setidaknya ia cukup memahaminya. Jelas lebih baik daripada langsung menafikannya yang belakangan ini tampaknya cenderung menjadi respon yang cukup umum. Tentu saja, ada grup-grup yang berkata jangan sama sekali menggunakannya. Dan mereka memang tidak menggunakannya. Mereka mungkin mematikan Jerry karena teknik dasar media massa adalah ekspos yang berlebihan. Karena alasan itu juga Jerry telah menulis memoarnya. Situasionis berkata: “Pemberontakan mengandung ekspos yang berlebihan. Kita disuapi hal tersebut agar merenunginya, dengan begitu kita lupa untuk berpartisipasi.”(10)
Kami tidak berbicara soal pengemasan politik. Rampart adalah majalah Playboy orang kiri. Di sisi lain, terbitan bawah tanah bersifat pornografis dan berlebihan. Proyektor warta berita berjalan mundur. Dan kenapa di era majalah Kosmopolitan kita harus terbebani oleh Leviathan yang membosankan? Kita lebih memilih membaca Fortune—majalah bagi “kaum pria yang bertanggung jawab melakukan perubahan”—untuk analisa kita akan kapitalisme.
Hal ini tidak bisa ditawar lagi—kita butuh bentuk baru, sepenuhnya bentuk yang baru. Jika tidak, kita takkan pernah mempertajam kecerdasan kita. Untuk menjinakkan jampi-jampi percetakan dibutuhkan suatu usaha sadar mencari bahasa yang baru. Kita jangan lagi didiamkan oleh kata-kata orang lain. Jangan menunggu berita yang akan mengatakanmu apa yang sedang terjadi. Buat tajuk beritamu seperti media-media pers lainnya. Potong majalah favoritmu dan kombinasikan kembali. Potong kata-kata yang besar dan buat kata-kata kecil darinya—seperti KRISIS LING KUNGAN. Yang kamu perlukan hanyalah sepasang gunting dan lem kertas. Rusakkan imaji-imaji musuhmu. Ubah mereka dari Glad menjadi Frankenstein. Buat potongan komik dari karya-karya seni yang mashyur.
Jangan biarkan apapun merusak kesenanganmu.
Jangan baca buku lagi—setidaknya jangan sampai kelar. Seperti yang pernah dikatakan oleh G.B Kay dari Blackpool (mengutip orang lain), “Membaca membusukan pikiran.” Pamplet lebih menyenangkan. Baca secara acak, baca pinggir-pinggirnya dan kembali ke komik. Awalnya mungkin kamu harus membaca Silver Surfer.
9. Swa-aktivitas
Cara kerja yang buruk dan perilaku yang teledor mengurangi setiap kiat dalam hal pembangunan kolektif. Perilaku iseng, teledor mengartikan bahwa kita tidak terlalu peduli dengan apa yang kita lakukan atau dengan siapa kita melakukannya. Hal ini mungkin akan mengejutkan banyak orang. Faktanya jelas: kita berbicara mengenai revolusi tapi bertindak secara reaksioner pada level yang elementer. Ada dua hal mendasar yang menyebabkan keburukan semacam ini:
· Ide orang-orang mengenai sesuatu yang akan terjadi (seperti revolusi) mempengaruhi cara kerja kita.
· Latar belakang kelas memoles perspektif politis mereka yang kasual.
Tidak diragukan lagi kalau generasi Pepsi secara politis lebih hidup. Namun energi semacam ini diarahkan oleh para pengorganisir menjadi rapat-rapat membosankan yang mereproduksi hirarki masyarakat massa. Setelah beberapa saat, cara berpikir kritis terkikis dan orang-orang kehilangan rasa ingin tahu mereka. Rapat menjadi suatu rutinitas seperti hal lainnya dalam kehidupan.
Banyak permasalahan yang akan dialami oleh kolektif-kolektif dapat ditelusuri melalui cara kerja yang dipakai dalam gerakan (massa). Orang-orang melestarikan peran pasif yang telah membuat mereka terbiasa di dalam rapat-rapat besar. Apa yang dimaksudkan dengan partisipasi massa adalah apa yang kamu perlukan hanyalah hadir di sana. Cukup jarang orang-orang mempersiapkan diri mereka untuk dating ke sebuah rapat, apalagi merasa diharuskan melakukannya. Seringkali situasi ini tidak terbukti karena segelintir orang yang melakukan kerja-kerja (yang menjalankan rapat tersebut) membuat ilusi tentang pencapaian kelompok.
Karena orang-orang melihat diri mereka, secara esensinya, sebagai obyek bukan subyek, aktivitas politis dimaknai sebagai suatu kejadian di luar diri mereka dan terjadi di masa depan. Tak satupun orang yang berpikir bahwa mereka yang membuat revolusi dan, oleh karena itu, mereka tidak mengerti bagaimana mencapainya.
Keseriusan yang sangat singkat ini adalah salah satu gejala politik instan. Sifatnya yang harus selalu merespon krisis menjadi penentu keseriusan tersebut berlangsung—bahkan, seringkali tanpa ada dimensi waktu sama sekali. Ketiadaan waktu ini dialami sebagai sinkopasi komitmen yang berlebihan. Banyak orang mengatakan mereka bersedia tanpa lebih dulu berpikir apakah mereka mempunyai waktu atau tidak. Mempunyai waktu berarti menegaskan apa yang memang ingin kamu lakukan. Komitmen yang berlebihan adalah ketika kamu ingin melakukan banyak hal dan berakhir tidak melakukan apa pun.
Sejumlah gejala-gejala lainnya dari politik “pada umumnya”—kurangnya persiapan, terlambat, cepat bosan di waktu-waktu yang sulit, dll, adalah tanda perilaku politis yang buruk bagi kolektif. Hal yang paling penting adalah mengetahui bahwa permasalahan ini benar-benar terjadi dan mengetahui penyebabnya. Ini bukanlah masalah-masalah personal tapi perilaku yang diwariskan secara historis.
Banyak orang mencampur-adukan pemberontakan melawan bentuk historis yang spesifik kerja yang terasing dengan aktivitas kerja itu sendiri.
Pemberontakan ini diekspresikan melalui perilaku anti-kerja.
Perilaku terhadap kerja terpoles melalui hubungan kita dengan produksi, yaitu kelas. Kelas adalah sebuah produk dari pembagian kerja yang hirarkis (termasuk bentuk-bentuk lain yang terlepas dari kerja-upahan). Ada tiga hubungan mendasar yang menghasilkan perilaku anti-kerja. Kelas pekerja mengekspresikan perilaku anti-kerja mereka sebagai suatu pemberontakan terhadap rutinitas kerja. Bagi kelas menengah, perilaku anti-kerja berasal dari ideologi masyarakat konsumer dan berada di sekitar waktu luang. Stereotip “orang local yang malas” atau “perempuan yang secara fisik lemah” adalah perilaku anti-kerja ketiga yang berasal dari orang-orang yang tidak bekerja untuk upah.
Impian akan otomaton (yaitu tidak bekerja) memperkuat prasangka kelas. Kelas menengah adalah satu-satunya golongan yang mempunyai impian seperti ini agar dapat memperluas orientasi aktivitas waktu luangnya. Bagi kelas pekerja, otomaton berarti kehilangan pekerjaan, pengangguran, yang berlawanan dengan waktu luang. Bagi yang berada di luar semua itu, otomaton tak bermakna apa-apa karena tidak diterapkan pada cara mereka bekerja.
Otomaton bagi kelas pekerja telah menjadi ideologi bagi kaum radikal post-scarcity—dari kaum anarkis di Anarchos sampai kelas pekerja baru SDS(11). Perubahan teknologis telah menyelamatkan mereka dari dilemma analisis kelas yang takkan pernah mereka pahami. Dengan dihapusnya perjuangan kelas pekerja oleh otomaton (otomaton kelas pekerja) kaum radikal menjadi pengusung aktivitas luang dan gaya hidup yang keturis-turisan. Perilaku anti-kerja seperti ini menghasilkan citra kita yang utopian dan menggeser kita dari sejarah. Perilaku semacam ini juga mencegah kita membangun swa-aktivitas dan kolektivitas.
Permasalahan bagaimana merubah kerja menjadi swa-aktivitas adalah yang paling utama dalam isu penghapusan kelas dan pengorganisasian kembali masyarakat.
Swa-aktivitas adalah rekonstruksi kesadaran (keseluruhan) aktivitas hidup seorang individual. Kolektif ialah apa yang membuat rekonstruksi tersebut menjadi mungkin karena ia mendefinisikan individualitas bukan sebagai pengalaman pribadi tapi sebagai suatu relasi sosial. Apa yang penting untuk dilihat adalah kerja merupakan penciptaan aktivitas yang sadar dalam struktur kolektif.
Salah satu cara terbaik menemukan dan menaruh perilaku anti kerja pada tempatnya adalah melalui otokritik. Hal tersebut menyediakan sebuah kerangka kerja obyektif yang menciptakan ruang bagi orang-orang untuk dikritik dan menjadi kritis. Otokritik berlawanan dengan kesadaran diri karena tujuannya bukanlah untuk mengisolasikan dirimu namun untuk membebaskan kemampuan-kemampuan yang tadinya direpresi. Otokritik adalah suatu metode untuk berurusan dengan pembangunan kesadaran dan perilaku yang seenaknya.
Untuk menelusuri pengaruh masyarakat di dalam diri kita dan untuk meredefinisi relasi kerja kita, sebuah kolektif harus membangun pengertian akan sejarah mereka. Salah satu hal tersulit adalah melihat hubungan terdekat—di dalam kolektif—dalam pengertian politisnya. Kencenderungannya akan menjadi cair, atau apa yang disebut Mao sebagai ”liberal”, mengenai relasi antarteman. Aturan-aturan tidak dapat lagi menjadi kerangka kerja kedisiplinan. Hal tersebut harus didasari oleh pemahaman politis. Salah satu fungsi analisa di sini adalah untuk diterapkan secara internal.
Persiapan adalah bagian lain dari proses yang menciptakan keberlangsungan antara rapat-rapat dan menjamin bahwa pemikiran kita tidak menjadi suatu aktivitas paruh waktu. Hal tersebut juga mencegah kecenderungan pembayangan yang terlampau jauh dan pelontaran ide-ide yang tidak jelas. Ketika rapat menjadi abstrak dan acak hal tersebut terjadi karena ide yang dikedepankan tidak bersahutan dengan pemikiran (atau analisa). Jarang sekali terjadi investigasi yang mendalam dari apa yang diusulkan.
Apa maksudnya dengan persiapan sebelum rapat? Maksudnya kita tidak datang dengan tangan atau kepala yang kosong. Mao berkata, “Tak ada investigasi, berarti tak ada hak berbicara.” Misalkan sebuah kelompok telah memutuskan apa yang akan dilakukan, langkah awal bagi setiapanggotanya adalah menyelidikinya. Ini berarti menyempatkan waktu untuk memahami lebih jauh masalahnya, sortir materi-materi yang cukup relevan dan usahakan membagikannya pada setiap orang di dalam kolektif. Motif yang melatarbelakangi setiap persiapan adalah untuk membangun sebuah analisis yang koheren. “Kita harus menggantikan susahnya otokritik menjadi tangisan buaya,” menurut pepatah baru Cina.
10. Perjuangan di Setiap Level
Perjuangan punya banyak wajah. Tapi tak satupun yang benar-benar mirip. Seperti halnya Kubus, kita harus melihat suatu masalah dari banyak sisi. Masalahnya adalah bagaimana mencari cara-cara agar dapat menciptakan ruang bagi diri kita. Kecenderungannya sekarang adalah menuju dua sisi yang melekat dalam setiap aspek kehidupan kita. Bahasa kita mengandung pertanyaan yang menyuruh kita menjawab antara dua pilihan yang berlawanan. Kaum imperialis menciptakan kaum anti-imperialis. Sebelum `sejuk’ ada panas dan dingin. `Sejuk’ adalah usaha awal untuk mendobrak dua sisi tersebut. Dualitas ini selalu menyempitkan dimensi-dimensi perjuangan dengan cara mendefisinikan situasi secara dangkal. Kita akhirnya memiliki pemahaman yang bersifat satu dimensi mengenai diri kita dan musuh kita.
Belajar untuk berpikir tajam. Yang senantiasa menjadi impuls pertama kita adalah menentukan posisi. Kenapa kita merasa harus mengatakannya? Kita menciptakan ruang dengan tidak tampil sebagai diri kita yang sebenarnya. Ketajaman berpikir bukanlah suatu taktik defensif. Esensi dari hal tersebut adalah belajar untuk memanfaatkan setiap kelemahan musuh. Kalau tidak, kamu tidak akan pernah menang. Aturannya adalah:  jujurlah diantara sesama kalian, tapi musuh harus ditipu.
Sekurangnya ada tiga cara untuk berurusan dengan situasi. Kamu bisa menetralkan, mengaktifkan, atau menghancurkan. Menetralkan adalah menciptakan ruang. Mengaktifkan adalah meraih dukungan. Menghancurkan adalah memenangkan. Terlebih lagi, sangatlah esensial untuk mempelajari bagaimana menggunakan tiga-tiganya secara bersamaan.
Perjuangan dalam banyak level dimulai dengan mengaktifkan setiap indera. Kita harus bisa memahami lebih dari satu cara untuk bertindak pada situasi tertentu.
Kelanjutannya, yaitu metode perjuangan, harus mempunyai tiga elemen:
· Sebuah cara untuk bertahan hidup
· Sebuah metode untuk membuat perpecahan di dalam arena musuh
· Sebuah strategi bawah tanah
Kecenderungan mendasar liberalisme korporat adalah menghubungkan dirinya dengan perubahan sosial dengan cara menampungnya. Akan cukup ironis bukan (atau melegakan) bila kita dapat merubah ancaman kooptasi menjadi senjata bertahan hidup?
Reaksi terhadap kooptasi biasanya membuat orang-orang menghindari tantangan kaum korporat liberal. Beberapa kaum revolusioner murni malah sama sekali menghindari pikiran untuk menggunakan kooptasi sebagai tujuan mereka. Seringkali mentalitas “jabatan” tersebut mengaburkan potensi subversi.
Eksistensi liberalisme korporat menuntut kita untuk tidak cair dalam hal berpikir dan merespon. Kuatnya posisi mereka seharusnya memaksa kita mengenali kelemahan kita—bahkan ketika kita sedang bertempur melawannya. Respon terburuknya adalah berpura-pura kalau musuh ini tidak eksis.
Perjuangan urban butuh suatu strategi subversif. Konkritnya, bekerja `di dalam sistem’ seharusnya menjadi sumber keuangan, informasi, dan anonimitas kita. Inilah apa yang disebut Mao sebagai, “Bergerak di malam hari.” Rutinitas keseharian adalah malam hari bagi para musuh—ketika mereka tidak dapat melihat kita.  Proses kooptasi harus menjadi aktivitas mereka yang, lama-kelamaan, tidak lagi terselubung.
Memanfaarkan perpecahan dalam wilayah musuh tidak dimaknai dengan membantu satu musuh mengalahkan musuh lainnya. Tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan perpecahan. Ada perbedaan-perbedaan yang signifikan antara setiap penindas. Perpecahan akan memperlemah mereka. Dalam situasi-situasi tertentu perpecahan akan menyediakan kita langkah awal untuk melakukan manuver yang mungkin saja cukup strategis buat kita. Pemikiran monolitis beresiko membuat dirimu hanya bertindak dalam satu cara.
Ada kecenderungan dalam memandang bentuk reaksi yang paling merosot sebagai musuh utama. Korporasi dengan sadarnya menawarkan ide-ide seperti itu melalui film-film seperti Easy Rider yang juga dihubung-hubungkan dengan anak-anak muda. Fungsi analisa adalah untuk meruntuhkan dan membedakan kekuatan-kekuatan yang berbeda di wilayah musuh.
Ruang-ruang yang diciptakan oleh perpecahan ini sangat penting bagi persiapan strategi jangka panjang. Akan menjadi semakin sulit untuk bertahan dengan visibilitas yang telah disesuaikan untuk kita. Gaya-gaya hidup yang mana kita mendeklarasikan oposisi kita merupakan target yang mudah. Jangan sampai kita salah kaprah perihal level penampakan dalam pembuatan budaya baru. Maksudnya adalah bagaimana tidak membuat gaya-gaya hidup ini menjadi suatu puja-pujaan yang berlebihan. Dalam atmosfir penindasan yang psikadelik, ketinggalan jaman itu cukup keren.
Selalu sisipkan sebagian strategimu di bawah tanah. Seperti halnya analisis membantumu membedakan musuh guna menyediakanmu cara-cara berbeda untuk menyerang. Mao berkata: “fleksibilitas adalah sebuah ekspresi inisiatif yang konkrit.”
Menuju bawah tanah bukan berarti benar-benar tak terlihat. Di lingkungan masa depan yang elektronis tempat persembunyian akan menyempit. Bawah tanah yang paling berbahaya adalah yang mirip seperti bongkah es yang mengapung. Peran-peran yang diciptakan untuk mengganti identitas kita dalam keseharian harus menjadi samaran dalam bawah tanah.
Sebuah strategi bawah tanah menaruh impuls konfrontasi ke dalam perspektif. Kita harus menentang konsep usang konfrontasi terencana yang mengunci kita pada suatu rentang masa revolusi yang instan. Menuju bawah tanah berarti mempunyai strategi jangka panjang—sesuatu yang direncanakan untuk tahun 2004. Strategi gumpalan es membuat kita santai. Hal tersebut melatih kita agar dapat mengendalikan refleksi-refleksi dan memperhitungkan respon-respon kita.
Strategi bawah tanah juga diperlukan untuk mempertahankan otonomi. Otonomi melestarikan bentuk organisasi dari kolektif, yang perannya cukup penting dalam hal menajamkan politiknya. Takkan ada yang tercapai dengan melibatkan diri kita di kericuhan garis depan front-front revolusioner. Strategi prinsipil orang-orang Kiri palsu adalah memoles perbedaan yang bertujuan merengkuh sebuah persatuan kelas yang tidak lagi eksis. Sebuah strategi bawah tanah tanpa bentuk organisasi yang revolusioner hanya akan menghasilkan kelas yang baru. Untuk menghancurkan sistem penindasan tidaklah cukup. Kita harus menciptakan organisasi untuk sebuah masyarakat yang bebas. Ketika bawah naik ke permukaan, kolektif yang akan menjadi masyarakat tersebut.
———————-
Notes
1. Chicago 7: Tujuh tokoh menonjol dalam gerakan Kiri Amerika di era 60an yang dituduh melakukan konspirasi, makar dan dakwaan lainnya terkait dengan protes-protes yang berlangsung ricuh di Chicago, Illinois ketika Konvensi Demokratik Nasional diadakan pada 1968. Diantaranya adalah Abbie Hoffman dan Jery Rubin (Lihat catatan 9). Yang terakhir menjelaskan pengalaman tersebut di otobiografinya berjudul _Do it!_Scenarios of the Revolution_, Touchstone, 1970. Awal mulanya mereka terdiri delapan orang karena Bobby Seale, pendiri Black Panther Party, juga salah satu dari yang tertuduh. Namun, karena alasan-alasan tertentu, ia disidangkan secara terpisah.
2. Marshall McLuhan (1911_1980): Teoritisi komunikasi yang sering dikutip, yang meramalkan internet sebelum adanya komputer-komputer personal. Ia menulis buku Understanding Media_ 1964, yang melahirkan istilah-istilah seperti medium is the message serta kampung global.
3. Alexandra Kollontay (1872_1952): Marxis dan agitator Rusia yang berpartisipasi dalam revolusi Rusia 1917.
4. Alexandra Kollontay: _Workers_ Opposition_, Solidarity, Pamphlet no.7, 1961.
5. Yippies: Lihat catatan 9.
6. White Panthers: Sekelompok aktivis kulit putih yang mendukung organisasi separatis Black Panther Party.
7. Jean-Paul Marat (1743_1793): Ilmuwan, ahli fisika dan pemimpin revolusi Perancis sebagai bagian dari faksi Jakobin. Ia seorang advokat setia dari Rein Terror, yang kemudian dibunuh oleh seorang royalis di dalam bak mandi. Suatu kultus personalitas modern yang mencengangkan dibangun melalui dirinya.
8. Ivan Pavlov (1849_1936): Tak sengaja menemukan bahwa ketika ia membunyikan lonceng sebelum memberi makan anajing-anjingnya, mereka akan mulai mengeluarkan liur setiap saat mereka mendengarnya, meski belum tentu mereka akan diberi makanan. Observasi seperti ini merupakan fokus pembahasan Aliran Behavioris Psikoanalisa.
9. Jerry Rubin (1938_1994) dan kawannya Abbie Hoffman (1936_1989) merupakan tokoh terkenal di gerakan protes Amerika pada akhir 60an dan awal 70an. Rubin dan Hoffman beserta Yippiesnya adalah jembatan antara intelektual-intelektual subversif dari universitas yang disebut-sebut sebagai Kiri Baru dengan gerakan Beatnik dan Hippie yang apolitis.
Bacaan lebih lanjut: Do it!_Scenarios of the Revolution_, Touchstone, 1970. Abbie Hoffman: _Steal This Book_, 4 Walls 8 Windows, 1996. 10. Mengutip pamplet klasik Situationist _On the Poverty of Student Life_. Sebuah  pamplet yang disebarkan di Universitas Strasbourg oleh anggota Situationist International.
11. SDS. Students for a Democratic Society (Gerakan Pelajar Untuk Masyarakat yang Demokratik): sebuah organisasi pelajar dan akar rumput yang memprotes Perang Vietnam di tahun 60an. Pemimpin-pemimpin SDS juga terlibat sebagai Chicago 7.
12. Mao Tse-tung: “Oppose Book Worship”, 1930.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar