Pertemuan Parlemen Negara Islam anggota Organisasi Kerja
Sama Islam (OKI) di Palembang, menyepakati resolusi tentang peningkatan peran
perempuan dalam demokratisasi. Pimpinan Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP)
yang juga anggota Komisi I DPR RI, Nurhayati Ali Assegaf di Palembang, Jumat,
mengatakan, salah satu isi dari delapan resolusi tiga `standing committee` yang
dilaksanakan pada pertemuan parlemen negara-negara Islam itu adalah untuk
meningkatkan peran perempuan dalam demokrasi.
"Ada tiga `standing committee`, pertama `standing committee all politic`, kedua `standing committee all economic`, dan ketiga `standing committe all women, social and culture`," kata dia. Menurut anggota Fraksi Partai Demokrat itu, dari ketiga `standing committee` itu, terdapat delapan resolusi antara lain meningkatkan peran perempuan dalam demokratisasi.
Dia mengemukakan pula, dari ketiga `standing committee` pada pertemuan parlemen negara-negara Islam anggota OKI itu, untuk pertama kalinya dihadiri banyak anggota parlemen perempuan, padahal biasanya hanya dua perempuan. Nurhayati yang dipercaya memimpin sidang salah satu `standing committee` itu, mengatakan bahwa pada pertemuan Kamis (26/1) yang hadir banyak sekali perempuan, sehingga juga dibicarakan banyak hal mengenai perempuan.
Ia berharap, ke depan akan ada agenda serupa mengenai perempuan dalam pertemuan Parlemen negara-negara Islam itu. Berkaitan dengan pemenuhan kuota perempuan dalam parlemen di Indonesia, ia menyatakan, sebetulnya undang-undang sudah mengatur kuota minimal 30 persen perempuan di legislatif. Dalam pemilu yang terbuka, bisa banyak sekali perempuan terpilih," ujar dia.
Akan tetapi, lanjut dia, ketika pemilihan itu ditentukan partainya, seperti untuk pimpinan parleman saja sekarang ini misalnya pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan, masih sangat sedikit perempuannya. Indonesia sudah punya, tetapi harus terus berjuang perempuannya jangan dininabobokan dengan UU kuota minimal 30 persen, artinya harus terus menambah pengetahuan, kepercayaan diri bahwa kita punya hak yang sama berdasarkan UU itu," kata dia lagi.
Nurhayati yang juga Presiden Komite Koordinator Parlemen Perempuan IPU menegaskan, saat ini yang harus diperjuangkan tidak hanya tercapai kuota 30 persen perempuan di legislatif, tetapi pimpinan di DPR juga harus ada perempuan. Jadi, perempuan tidak hanya menjadi anggota legislatif saja minimal 30 persen, tetapi bagaimana dengan pimpinan dan alat kelengkapan dewan," kata dia.
Dia menggambarkan, pertemuan anggota parlemen perempuan dalam konferensi parlemen negara Islam anggota OKI di Palembang, 24-31 Januari, tampak pesertanya sangat antusias membicarakan permasalahan yang dihadapi perempuan di negara mereka masing-masing. Permasalahan yang dibicarakan parlemen perempuan muslim itu mengenai persoalan-persoalan dihadapi perempuan, mulai dari pendidikan, kemudian persentase perempuan di parlemen, perlindungan terhadap perempuan, budaya, persamaan gender, dan sejumlah persoalan penting lainnya, demikian Nurhayati
"Ada tiga `standing committee`, pertama `standing committee all politic`, kedua `standing committee all economic`, dan ketiga `standing committe all women, social and culture`," kata dia. Menurut anggota Fraksi Partai Demokrat itu, dari ketiga `standing committee` itu, terdapat delapan resolusi antara lain meningkatkan peran perempuan dalam demokratisasi.
Dia mengemukakan pula, dari ketiga `standing committee` pada pertemuan parlemen negara-negara Islam anggota OKI itu, untuk pertama kalinya dihadiri banyak anggota parlemen perempuan, padahal biasanya hanya dua perempuan. Nurhayati yang dipercaya memimpin sidang salah satu `standing committee` itu, mengatakan bahwa pada pertemuan Kamis (26/1) yang hadir banyak sekali perempuan, sehingga juga dibicarakan banyak hal mengenai perempuan.
Ia berharap, ke depan akan ada agenda serupa mengenai perempuan dalam pertemuan Parlemen negara-negara Islam itu. Berkaitan dengan pemenuhan kuota perempuan dalam parlemen di Indonesia, ia menyatakan, sebetulnya undang-undang sudah mengatur kuota minimal 30 persen perempuan di legislatif. Dalam pemilu yang terbuka, bisa banyak sekali perempuan terpilih," ujar dia.
Akan tetapi, lanjut dia, ketika pemilihan itu ditentukan partainya, seperti untuk pimpinan parleman saja sekarang ini misalnya pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan, masih sangat sedikit perempuannya. Indonesia sudah punya, tetapi harus terus berjuang perempuannya jangan dininabobokan dengan UU kuota minimal 30 persen, artinya harus terus menambah pengetahuan, kepercayaan diri bahwa kita punya hak yang sama berdasarkan UU itu," kata dia lagi.
Nurhayati yang juga Presiden Komite Koordinator Parlemen Perempuan IPU menegaskan, saat ini yang harus diperjuangkan tidak hanya tercapai kuota 30 persen perempuan di legislatif, tetapi pimpinan di DPR juga harus ada perempuan. Jadi, perempuan tidak hanya menjadi anggota legislatif saja minimal 30 persen, tetapi bagaimana dengan pimpinan dan alat kelengkapan dewan," kata dia.
Dia menggambarkan, pertemuan anggota parlemen perempuan dalam konferensi parlemen negara Islam anggota OKI di Palembang, 24-31 Januari, tampak pesertanya sangat antusias membicarakan permasalahan yang dihadapi perempuan di negara mereka masing-masing. Permasalahan yang dibicarakan parlemen perempuan muslim itu mengenai persoalan-persoalan dihadapi perempuan, mulai dari pendidikan, kemudian persentase perempuan di parlemen, perlindungan terhadap perempuan, budaya, persamaan gender, dan sejumlah persoalan penting lainnya, demikian Nurhayati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar