A. Latar
Belakang Berdirinya VOC
(Perserikatan
Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) atau VOC yang
didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang
memiliki monopoli untuk
aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan perserikatan
dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai
perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham.
Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja,
tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi
fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara
dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah
negara dalam negara.
VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg(untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam.
Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII
Tuan-Tuan).Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai
dengan proporsi modal yang mereka bayarkan, delegasi Amsterdam berjumlah
delapan.
Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atauKumpeni.
Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan
tersebut dalam bahasa Belanda. Tetapi rakyat Nusantara lebih mengenal Kompeni
adalah tentara Belanda karena penindasannya dan pemerasan kepada rakyat Nusantara
yang sama seperti tentara Belanda.
Datangnya orang Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco
da Gama, yang pada tahun 1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa ke India
melalui Tanjung Pengharapan (Cape of Good Hope) di ujung selatan Afrika,
sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan pedagang-pedagang Timur Tengah
untuk memperoleh akses ke Asia Timur, yang selama ini ditempuh melalui jalur
darat yang sangat berbahaya. Pada awalnya, tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke
Asia Timur dan Tenggara termasuk ke Nusantara adalah untuk perdagangan,
demikian juga dengan bangsa Belanda. Misi dagang yang kemudian dilanjutkan
dengan politik pemukiman -kolonisasi- dilakukan oleh Belanda dengan
kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku, sedangkan di Suriname dan
Curaçao, tujuan Belanda sejak awal adalah murni kolonisasi (pemukiman). Dengan
latar belakang perdagangan inilah awal kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia
Belanda) berawal.
Selama abad ke 16 perdagangan rempah-rempah didominasi oleh
Portugis dengan menggunakan Lisbon sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di
negeri Belanda kota Antwerp memegang peranan penting sebagai distributor di
Eropa Utara, akan tetapi setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerjasama dengan
firma-firma dari Jerman, Spanyol dan Italia menggunakan Hamburg sebagai
pelabuhan utama sebagai tempat untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia,
memindah jalur perdagangan tidak melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan
yang dilakukan Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang
terus meninggi, terutama lada. Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada
meroket pada saat itu. Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang
sedang dalam keadaan perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580, menimbulkan
kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. ketiga faktor tersebutlah yang mendorong
Belanda memasuki perdagangan rempah-rempah Interkontinental. Akhirnya Jan
Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan "jalur
rahasia" pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de
Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.
Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis
de Houtman berlayar menuju Indonesia, dan merupakan kontak pertama Indonesia
dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai Banten, pelabuhan lada utama di Jawa
Barat, disini mereka terlibat dalam perseteruan dengan orang Portugis dan
penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke arah timur melalui pantai utara Jawa,
sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu berakibat pada kehilangan 12
orang awak, dan terlibat perseteruan dengan penduduk lokal di Madura
menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal. Setelah kehilangan separuh awak
maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan untuk kembali ke Belanda namun
rempah-rempah yang dibawa cukup untuk menghasilkan keuntungan.
Adalah para pedagang Inggris yang memulai mendirikan
perusahaan dagang di Asia pada 31 Desember 1600 yang dinamakan The Britisch
East India Company dan berpusat di Kalkuta. Kemudian Belanda menyusul tahun
1602 dan Prancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan French East India
Company tahun 1604.
Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan
Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di
masa itu, terjadi persaingan sengit di antara negara-negara Eropa, yaitu
Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, Perancis dan Belanda, untuk
memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai masalah
ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara
yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama
Pemerintah Belanda -yang waktu itu masih berbentuk Republik- untuk membuat
perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu negara. Wewenang ini
yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak
seperti layaknya satu negara.
Perusahaan ini mendirikan markasnya di Batavia (sekarang
Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial lainnya juga didirikan di tempat lainnya
di Hindia Timur yang kemudian menjadi Indonesia, seperti di kepulauan
rempah-rempah (Maluku), yang termasuk Kepulauan Banda di mana VOC manjalankan
monopoli atas pala dan fuli.
Metode yang digunakan untuk mempertahankan monompoli
termasuk kekerasan terhadap populasi lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan
massal.Pos perdagangan yang lebih tentram di Deshima, pulau buatan di lepas
pantai Nagasaki, adalah tempat satu-satunya di mana orang Eropa dapat berdagang
dengan Jepang.
Tahun 1603 VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan
kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal
VOC pertama (1610-1614), namun ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi
VOC. Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 -
1611) dan setelah itu menjadi Gubernur untuk Maluku (1621 - 1623).
Pada abad ke-17 dan 18 tidak dikuasai secara langsung oleh
pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur
Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah
diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah
tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia,
yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap
perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan
dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah,
dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para
penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual
biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi
hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan
pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Abad ke-17
· Maret 1602 - Belanda
berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah dengan membentuk suatu kongsi
dagang bernama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
· 1603 - VOC telah
membangun pusat perdagangan pertama yang tetap di Banten namun tidak
menguntungkan kerena persaingan dengan para pedagang Tionghoa dan Inggris.
· Februari 1605 - Armada
VOC bersekutu dengan Hitu menyerang kubu pertahanan Portugis di Ambon dengan
imbalan VOC berhak sebagai pembeli tunggal rempah-rempah di Hitu.
· 1602 - Sir James
Lancaster kembali ditunjuk memimpin pelayaran yang armada berisi orang-orang
The East India Company dan tiba di Aceh untuk selanjutnya menuju Banten.
· 1604 - Pelayaran yang
ke-2 maskapai Inggris yang dipimpin oleh Sir Henry Middleton, maskapai ini
berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon dan Banda. Akan tetapi di wilayah yang
mereka kunjungi ini mendapat perlawanan yang keras dari VOC.
· 1609 - VOC membuka
kantor dagang di Sulawesi Selatan namun niat tersebut dihalangi oleh raja Gowa.
Raja Gowa tersebut melakukan kerjasama dengan pedagang-pedagang Inggris,
Prancis, Denmark, Spanyol dan Portugis.
· 1610 - Ambon dijadikan
pusat VOC, dipimpin seorang-gubernur jendral. Tetapi selama 3 orang
gubernur-jendral, Ambon tidak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar
karena jauh dari jalur-jalur utama perdagangan Asia.
· 1611 - Inggris berhasil
mendirikan kantor dagangnya di bagian Indonesia lainnya, di Sukadana
(Kalimantan barat daya), Makassar, Jayakerta, Jepara, Aceh, Priaman, Jambi.
· 1618 - Des Banten
mengambil keputusan untuk menghadapi Jayakarta dan VOC dengan memaksa Inggris
untuk membantu, dipimpin laksamana Thomas Dale.
· 1619 - Ketika VOC akan
menyerah pada Inggris, secara tiba-tiba muncul tentara Banten menghalangi
maksud Inggris. Karena Banten tidak mau pos VOC di Batavia diisi oleh Inggris.
Akibatnya Thomas Dale melarikan diri dengan kapalnya; Banten menduduki kota
Batavia.
· 12 Mei 1619 - Pihak
Belanda mengambil keputusan untuk memberi nama baru Jayakarta sebagai Batavia.
· Mei 1619 - Jan
Pieterszoon Coen, seorang Belanda, melakukan pelayaran ke Banten dengan 17
kapal.
· 30 Mei 1619 - Jan
Pieterszoon Coen melakukan penyerangan terhadap Banten, memukul mundur tentara
Banten. Membangun Batavia sebagai pusat militer dan administrasi yang relatif
aman bagi pergudangan dan pertukaran barang-barang, karena dari Batavia mudah
mencapai jalur-jalur perdagangan ke Indonesia bagian timur, timur jauh, dari
Eropa.
· 1619 - Jan Pieterszoon
Coen ditunjuk menjadi gubernur-jendral VOC. Dia menggunakan kekerasan, untuk
memperkokoh kekuasaannya dia menghancurkan semua yang merintangi. Dan
menjadikan Batavia sebagai tempat bertemunya kapal-kapal dagang VOC.
· 1619 - Terjadi migrasi
orang Tionghoa ke Batavia. VOC menarik sebanyak mungkin pedagang Tionghoa yang
ada di berbagai pelabuhan seperti Banten, Jambi, Palembang dan Malaka ke
Batavia. Bahkan ada juga yang langsung datang dari Tiongkok. Di sini
orang-orang Tionghoa sudah menjadi suatu bagian penting dari perekonomian di
Batavia. Mereka aktif sebagai pedagang, penggiling tebu, pengusaha toko, dan
tukang yang terampil.
· 1620 - Atas dasar
pertimbangan diplomatik di Eropa VOC terpaksa bekerjasama dengan pihak Inggris
dengan memperbolehkan Inggris mendirikan kantor dagang di Ambon.
· 1620 - Dalam rangka
mengatasi masalah penyeludupan di Maluku, VOC melakukan pembuangan, pengusiran
bahkan pembantaian seluruh penduduk Pulau Banda dan berusaha menggantikannya
dengan orang-orang Belanda pendatang dan mempekerjakan tenaga kerja kaum budak.
· 1623 - VOC melanggar
kerjasama dengan Inggris, Belanda membunuh 12 agen perdagangan Inggris, 10
orang Inggris, 10 orang Jepang; 1 orang Portugis dipotong kepalanya.
· 1630 - Belanda telah
mencapai banyak kemajuan dalam meletakkan dasar-dasar militer untuk mendapatkan
hegemoni perniagaan laut di Indonesia.
· 1637 - VOC yang telah
beberapa lama di Maluku tidak mampu memaksakan monopoli atas produksi pala,
bunga pala, dan yang terpenting, cengkeh. Penyeludupan cengkeh semakin
berkembang, muncul banyak komplotan-komplotan yang anti dengan VOC.
Gubernur-Jendral Antonio van Diemen melancarkan serangan terhadap para
penyeludup dan pasukan-pasukan Ternate di Hoamoal.
· 1638 - Van Diemen
kembali ke Maluku dan berusaha membuat persetujuan dengan raja Ternate dimana
VOC bersedia mengakui kedaulatan raja Ternate atas Seram, Hitu serta menggaji
raja sebesar 4.000 real/tahun dengan imbalan bahwa penyeludupan cengkeh akan
dihentikan dan VOC diberi kekuasaan de facto atas Maluku. Akan tetapi
persetujuan ini gagal.
· 1643 - Arnold de
Vlaming mengambil kesempatan kekalahan Ternate dengan memaksa raja Ternate
Mandarsyah ke Batavia dan menandatangani perjanjian yang melarang penanaman
pohon cengkeh di semua wilayah kecuali Ambon atau daerah lain yang dikuasai
VOC. Hal ini disebabkan pada masa itu Ambon mampu menghasilkan cengkeh melebihi
kebutuhan untuk konsumsi dunia.
· 1656 - Seluruh penduduk
Ambon yang tersisa dibuang. Semua tanaman rempah-rempah di Hoamoal dimusnahkan
dan akibatnya daerah tersebut tidak didiami manusia kecuali jika ekspedisi
Hongi (armada tempur) melintasi wilayah itu untuk mencari pohon-pohon cengkeh
liar yang harus dimusnahkan.
· 1660 - Armada VOC yang
terdiri dari 30 kapal menyerang Gowa, menghancurkan kapal-kapal Portugis.
· Agustus-Desember 1660 -
Sultan Hasanuddin, raja Gowa dipaksa menerima persetujuan perdamaian dengan
VOC, namun persetujuan ini tidak berhasil mengakhiri permusuhan.
· 18 November 1667 -
Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya, akan tetapi
Hasanuddin kembali mengobarkan pertempuran.
· April 1668 dan Juni
1669 - VOC melakukan serangan besar-besaran terhadap Goa dan setelah
pertempuran ini perjanjian Bongaya benar-benar dilakukan.
· 1669 - Kondisi keadaan
Nusantara bagian timur bertambah kacau, kehidupan ekonomi dan administrasi
tidak terkendalikan lagi.
· 1670 - VOC telah
berhasil melakukan konsolidasi kedudukannya di Indonesia Timur. Pihak Belanda
masih tetap menghadapi pemberontakan-pemberontakan tetapi kekuatannya tidak
begitu besar.
· 1670 - VOC menebangi
tanaman rempah-rempah yang tidak dapat diawasi, Hoamoal tidak dihuni lagi,
orang Bugis dan Makassar meninggalkan kampung halamannya. Banyak orang-orang
Eropa dan sekutu-sekutu yang tewas, semata-mata guna mencapai tujuan VOC untuk
memonopoli rempah-rempah.
· 1674 - Pulau Jawa dalam
keadaan yang memprihatinkan, kelaparan merajalela, berjangkit wabah
penyakit,
gunung merapi meletus, gempa bumi, gerhana bulan, dan hujan yang tidak turun
pada musimnya.
· 1680 - Di Jawa Barat,
kerajaan Banten pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa mengalami masa kejayaannya,
Banten memiliki suatu armada yang dibangun menurut model Eropa. Kapal-kapalnya
berlayar memakai surat jalan menyelenggarakan perdagangan yang aktif di
Nusantara. Atas bantuan pihak Inggris, Denmark, Tiongkok orang-orang Banten
dapat berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Tiongkok, Filipina dan
Jepang. Banten merupakan penghasil lada yang sangat kaya.
· 1680 - VOC pada
dasarnya hanya terbatas menguasai dataran-dataran rendah tertentu saja di Jawa.
daerah pegunungan seringkali tidak berhasil dikuasai dan daerah ini dijadikan
tempat persembunyian pemberontak. Tidak dapat dihindarkan lagi
pemberontakan-pemberontakan mengakibatkan kesulitan dan menguras dana VOC.
· 1682 - Pasukan VOC
dipimpin Francois Tack dan Isaac de Saint Martin berlayar menuju Banten guna
menguasai perdagangan di Banten. VOC merebut dan memonopoli perdagangan lada di
Banten. Orang-orang Eropa yang merupakan saingan VOC diusir. Orang-orang
Inggris mengundurkan diri ke Bengkulu dan Sumatera Selatan satu-satunya pos
mereka yang masih ada di Indonesia.
· 1683-1710 - VOC
mengalami masalah keuangan yang sangat berat di wilayah Asia selama kurun waktu
tersebut. Di antara 23 kantornya hanya tiga (Jepang, Surat dan Persia) yang
mampu memberikan keuntungan; sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun
termasuk Ambon, Banda, Ternate, Makassar, Banten, Cirebon dan wilayah pesisir
Jawa. VOC banyak mengeluarkan biaya-biaya yang sangat tinggi akibat
pemberontakan di samping pengeluaran pribadi VOC yang tidak efesien, kebejatan
moral, korupsi yang merajalela. VOC juga menuntut semakin banyak kepada rakyat
Jawa, yang mengakibatkan pemberontakan yang terus berlanjut dan pengeluaran VOC
bertambah tinggi.
· 1684 - Gubernur-Jendral
Speelman meninggal. Terbongkarlah korupsi dan penyalah gunaan kekuasaan. Konon
Speelman memerintah tanpa menghiraukan nasihat Dewan Hindia dan banyak
melakukan pembayaran dengan uang VOC yang pada dasarnya tidak pernah ada untuk
pekerjaan yang tidak pernah dilakukan. Selama masa kekuasaan Speelmen jumlah
penjualan tekstil menurun 90%, monopoli candu tidak efektif. Speelman juga
banyak melakukan penggelapan uang negara dan pada 1685 semua penunggalan
Speelman disita negara.
· 8 Februari 1686 -
Dengan tipu muslihat Surapati berhasil membunuh Franois Tack dalam suatu
pertempuran. Tack tewas dengan dua puluh luka di tubuhnya.
· 1690 - Belanda berusaha
membalas kekalahan yang dialami Tack tetapi gagal karena Surapati menguasai
teknik-teknik militer Eropa dengan baik.
Abad ke-18
Abad ke-18
· 1702 - Jumlah kekuatan
serdadu militer Belanda yang berkebangsaan Eropa hanya tinggal sedikit.
Administrasi VOC kacau balau
· 1706 - Surapati
terbunuh di Bangil.
· 1721 - VOC mengumumkan
apa yang dinamakan komplotan orang-orang Islam yang bermaksud melakukan
pembunuhan terhadap orang-orang Eropa di Batavia dan juga orang-orang Tionghoa.
· 1722 - Perlakuan
terhadap orang-orang Tionghoa bertambah kejam dan korup. Walaupun demikian
jumlah orang Tionghoa bertambah dengan pesat. VOC melakukan sistem kuota untuk
membatasi imigrasi, tetapi kapten-kapten kapal Tionghoa mampu menghindarinya
dengan bantuan dari pejabat VOC yang korupsi. Kebanyakan orang-orang Tionghoa
pendatang yang tidak memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung
menjadi gerombolan-gerombolan penjahat di sekitar Batavia.
· 1727 - Posisi ekonomi
orang Tionghoa makin penting di satu pihak dan sering terjadinya kejahatan oleh
orang Tionghoa, menimbulkan perasaan tidak senang terhadap orang Tionghoa. Rasa
tidak senang menjadi semakin tebal di kalangan warga bebas, kolonis-kolonis
Belanda yang tidak dapat menandingi orang Tionghoa. Timbullah kemudian rasa
permusuhan dan sikap rasialis terhadap orang Tionghoa.
· 1727 - Pemerintah
kolonial Belanda mengeluarkan peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang telah
tinggal 10 sampai 12 tahun di Batavia dan belum memiliki surat izin akan
dikembalikan ke Tiongkok.
· 1729 - Pemerintah
kolonial memberikan kesempatan selama 6 bulan kepada orang Tionghoa untuk
mengajukan permohonan izin tinggal di Batavia dengan membayar 2 ringgit.
· 1730 - Dikeluarkan
larangan bagi orang Tionghoa untuk membuka tempat penginapan, tempat pemadatan
candu dan warung baik di dalam maupun di luar kota.
· 1736 - Pemerintah
kolonial mengadakan pendaftaran bagi semua orang Tionghoa yang tidak memiliki
surat izin tinggal.
· 1740 - Terdapat 2.500
rumah orang Tionghoa di dalam tembok Batavia sedangkan jumlah orang Tionghoa di
kota dan daerah sekitarnya diperkirakan 15.000 jiwa. Jumlah ini
setidak-tidaknya merupakan 17% dari keseluruhan penduduk di daerah terebut. Ada
kemungkinan bahwa orang-orang Tionghoa sebenarnya merupakan unsur penduduk yang
lebih besar jumlahnya. Ada pula orang-orang Tionghoa di kota-kota pelabuhan
Jawa dan Kartasura walaupun jumlahnya hanya sedikit.
· 1740 - Terjadi
penangkapan terhadap orang Tionghoa, tidak kurang 1.000 orang Tionghoa
dipenjarakan. Orang Tionghoa menjadi gelisah lebih-lebih setelah sering terjadi
penangkapan, penyiksaan, dan perampasan hak milik Tionghoa.
· 4 Februari 1740 -
Segerombolan orang Tionghoa melakukan pemberontakan dan penyerbuan pos
penjagaan untuk membebaskan bangsanya yang ditahan.
· Juni 1740 - Kompeni
Belanda mengeluarkan lagi peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang tidak
memiliki izin tinggal akan ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan ini
dilaksanakan dengan sewenang-wenang.
· September 1740 -
Tersiar berita bahwa segerombolan orang Tionghoa di daerah pedesaan sekitar
Batavia bergerak mendekati pintu gerbang Batavia. Mr. Cornelis di Tangerang dan
de Qual di Bekasi, memerintahkan memperkuat pos-pos penjagaan.
· 7 Oktober 1740 -
Pasukan bantuan yang dikirim ke Tangerang oleh pemerintah kolonial diserang
oleh gerombolan Tionghoa, sebagian besar dari pasukan tersebut tewas.
· Oktober 1740 -
Berdasarkan bukti yang didapatkan VOC menarik kesimpulan bahwa orang-orang
Tionghoa sedang merencanakan sebuah pemberontakan.
· 8 Oktober 1740 -
Kompeni Belanda mengeluarkan maklumat, antara lain perintah menyerahkan senjata
kepada kompeni. Jam malam diadakan.
· 9 Oktober 1740 -
Dimulainya pembunuhan terhadap orang Tionghoa secara besar-besaran. Yang banyak
melakukan pembunuhan ini adalah orang-orang Eropa dan para budak. Dan pada
akhirnya ada sekitar 10.000 orang Tionghoa yang tewas. Perkampungan orang
Tionghoa dibakar selama beberapa hari. Kekerasan ini berhenti setelah orang
Tionghoa memberikan uang premi kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan
tugasnya yang rutin.
· 10 Oktober 1740 -
Pertahanan kompeni Belanda di Tangerang diserang oleh sekitar 3.000 orang
pemberontak Tionghoa.
· Mei 1741 -
Orang-orang Tionghoa yang berhasil lolos dari pembantaian di Batavia melarikan
diri ke arah timur menyusur sepanjang daerah pesisir. Mereka melakukan
perebutan pos di Juwana. Markas besar VOC dikepung dan pos-pos lainnya
terancam.
· Juli 1741 - Pos
VOC di Rembang dihancurkan oleh orang-orang Tionghoa yang membantai seluruh
personel VOC.
· Juli 1741 - Prajurit
raja yang berada di Kartasura menyerang pos garnisun VOC. Komandan VOC Kapten
Johannes van Velsen dan beberapa serdadu lainnya tewas. Serdadu yang selamat
ditawari pilihan beralih ke agama Islam atau mati dan banyak yang memilih
pindah agama.
· November 1741 -
Pakubuwana II mengirim pasukan artileri ke Semarang. Pasukan prajurit-prajurit
tersebut bersatu dengan orang Tionghoa melakukan pengepungan terhadap pos VOC.
Pos VOC di Semarang ini dikepung oleh kira-kira 20.000 orang Jawa dan 3.500
orang Tionghoa dengan 30 pucuk meriam. Orang Jawa dan Tionghoa bersatu melawan
kompeni Belanda.
· Desember 1741-awal 1742
- VOC merebut kembali daerah-daerah lain yang terancam serangan.
· 13 Februari 1755 - VOC
menandatangani Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui Mangkubumi sebagai
Sultan Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa Tengah.
· September 1789 -
Belanda mendengar desas-desus bahwa raja Jawa akan melakukan pembunuhan
terhadap orang-orang Eropa, sehingga mengutus seorang residen yang bernama
Andries Hartsick dengan memakai pakaian Jawa menghadiri pertemuan rahasia di
Istana Jawa.
· 1 Januari 1800 - VOC
secara resmi dibubarkan, didirikan Dewan untuk urusan jajahan Asia. Belanda
kalah perang dan dikuasai Perancis. Wilayah-wilayah yang dimiliki Belanda
menjadi milik Perancis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar