Kamis, 05 Juni 2014

SELF EFFICACY

Efikasi Diri (Self Efficacy)
Efikasi diri merupakan konsep yang relatif baru di dalam penelitian akademik. Walaupun kajian efikasi diri lebih banyak dilakukan dalam konteks terapi, beberapa studi terkini menunjukkan bahwa efikasi diri memegang kekuatan signifikan untuk memprediksi dan menjelaskan kinerja akademik di berbagai bidang.
      1.      Pengertian Efikasi Diri
Efikasi diri dinyatakan sebagai “people's judgments of their capabilities to organize and execute courses of action required to attain designated types of performances(Bandura, 1986: 61). Artinya, efikasi diri merupakan keyakinan seseorang bahwa dia dapat menjalankan suatu tugas pada suatu tingkat tertentu, yang mempengaruhi tingkat pencapaian tugasnya. Efikasi diri merupakan konsep yang diturunkan dari Teori Kognitif Sosial (Sosial-Cognitive Theory) yang digagas oleh Albert Bandura (1945-…). Teori ini memandang pembelajaran sebagai penguasaan pengetahuan melalui pemrosesan secara kognitif informasi yang diterima.

Istilah “sosial” mengandung pengertian bahwa pemikiran dan kegiatan manusia berawal dari apa yang dipelajari dalam masyarakat, sedangkan istilah “kognitif” mengandung pengertian bahwa terdapat kontribusi influensial proses kognitif terhadap motivasi, sikap, dan perilaku manusia. Secara singkat, teori ini menyatakan bahwa sebagian besar pengetahuan dan perilaku anggota organisasi digerakkan dari lingkungan, dan secara terus-menerus mengalami proses berpikir terhadap informasi yang diterima. Selain itu, proses ini pada setiap individu berbeda dengan individu lainnya, bergantung pada keunikan karateristik personalnya.

Berdasarkan pendapat diatas, diketahui bahwa keyakinan diri adalah representasi mental dan kognitif individu atas realitas, yang terbentuk oleh pengalaman-pengalaman masa lalu dan masa kini, dan disimpan dalam memori. Dalam jangka panjang keyakinan ini mempengaruhi cara-cara sosialisasi yang akan dilakukan serta cara pandang seseorang terhadap kualitas dirinya sendiri, yang baik ataupun yang buruk.

       2.      Sumber Efikasi Diri

Bandura (1997: 195) menyatakan bahwa efikasi diri dapat diperoleh, dipelajari, dan dikembangkan dari empat sumber informasi. Pada dasarnya, keempat sumber tersebut adalah stimulasi atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau pembangkit positif untuk berusaha menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Adapun sumber-sumber efikasi diri tersebut adalah:

     a.       Enactive Attainment and Performance Accomplishment (Pengalaman Keberhasilan dan Pencapaian Prestasi), yaitu sumber ekspektasi efikasi diri yang penting karena berdasar pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh suatu prestasi akan terdorong meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap efikasi dirinya. Pengalaman keberhasilan individu ini meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi kegagalan.

     b.      Vicarious Experience (Pengalaman Orang Lain), yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat, terutama jika ia merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang menjadi subyek belajarnya. Ia akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Meningkatnya efikasi diri individu ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan efikasi diri ini akan menjadi efektif jika subyek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model.

     c.      Verbal Persuasion (Persuasi Verbal), yaitu individu mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Akan tetapi, efikasi diri yang tumbuh dengan metode ini biasanya tidak bertahan lama, apalagi kemudian individu mengalami peristiwa traumatis yang tidak menyenangkan.

     d.       Physiological State and Emotional Arousal (Keadaan Fisiologis dan Psikologis), yaitu situasi yang menekan kondisi emosional. Gejolak emosi, kegelisahan yang mendalam, dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya, seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya. Karena itu, efikasi diri biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan kecemasan. Sebaliknya, efikasi diri yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula.

      3.      Aspek-aspek Efikasi Diri

Bandura (1986: 68) mengungkapkan bahwa perbedaan efikasi diri pada setiap individu terletak pada tiga aspek/komponen, yaitu: magnitude (tingkat kesulitan tugas), strength (kekuatan keyakinan), dan generality (generalitas). Masing-masing aspek mempunyai implikasi penting di dalam kinerja individu yang secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:

     a.       Magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasarkan ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia persepsikan dapat dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku yang ia persepsikan di luar batas kemampuannya.

     b.      Strength (kekuatan keyakinan), yaitu aspek yang berkaitan dengan kekuatan keyakinan individu atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan walaupun mungkin belum memiliki pengalaman-pengalaman yang menunjang. Sebaliknya, pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang.

      c.       Generality (generalitas), yaitu hal yang berkaitan dengan luas cakupan tingkah laku diyakini oleh individu mampu dilaksanakan. Keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya bergantung pada pemahaman kemampuan dirinya, baik yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu maupun pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi.

     4.       Proses-proses yang Mempengaruhi Efikasi Diri

Menurut Bandura (1997: 200), proses psikologis dalam  Efikasi Diri yang turut berperan dalam diri manusia ada 4 yakni proses kognitif, motivasional, afeksi dan proses pemilihan/seleksi.

a  Proses kognitif

Proses kognitif merupaka proses  berfikir, didalamya termasuk pemerolehan, pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Kebanyakan tindakan manusia bermula dari sesuau yang difikirkan terlebih dahulu. Individu yang memiliki  Efikasi Diri yang tinggi lebih senang membayangkan tentang kesuksesan. Sebaliknya individu yang  Efikasi Diri-nya rendah lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat menghambat tercapainya kesuksesan (Bandura, 1997: 202). Bentuk tujuan personal juga dipengaruhi oleh penilaian akan kemampuandiri. Semakin seseorang mempersepsikan dirinya mampu maka individu akan semakin membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuannnya dan semakin kuat komitmen individu terhadap tujuannya (Bandura, 1997: 202).

 b  Proses motivasi

Kebanyakan motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif. Individu memberi motivasi/dorongan  bagi diri mereka sendiri dan mengarahkan tindakan melalui tahap pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kepercayaan akan kemampuan diri dapat mempengaruhi  motivasi dalam beberapa hal, yakni menentukan tujuan yang telah ditentukan individu, seberapa besar usaha yang  dilakukan, seberapa tahan mereka dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan ketahanan mereka dalam menghadapi kegagalan (Bandura, 1997: 204).

Menurut Bandura (1997: 206), ada tiga teori yang menjelaskan tentang proses motivasi. Teori pertama adalah  causal attributions  (atribusi penyebab). Teori ini fokus pada sebab-sebab yang mempengaruhi motivasi, usaha, dan reaksi-reaksi individu. Individu yang memiliki Efikasi Diri tinggi bila mengahadapi kegagalan cenderung menganggap kegagalan tersebut diakibatkan usaha-usaha yang tidak cukup memadai. Sebaliknya, individu yang  Efikasi Dirinya rendah, cenderung menganggap kegagalanya diakibatkan kemampuan mereka yang terbatas. Teori kedua, outcomes experience (harapan akan hasil), yang menyatakan bahwa motivasi dibentuk melalui harapan-harapan. Biasanya individu akan berperilaku sesuai dengan keyakinan mereka tentang apa yang dapat mereka lakukan. Teori ketiga, goal theory  (teori tujuan), dimana dengan membentuk tujuan terlebih dahulu dapat meningkatkan motivasi.   

c  Proses afektif

Proses afeksi merupakan proses pengaturan kondisi emosi dan reaksi emosional. Menurut Bandura (1997: 206), keyakinan individu akan coping  mereka turut mempengaruhi level stres dan depresi seseorang saat mereka menghadapi situasi yang sulit. Persepsi Efikasi Diri tentang kemampuannya mengontrol sumber stres memiliki peranan penting dalam timbulnya kecemasaan.  Individu yang percaya akan kemampuannya untuk mengontrol situasi cenderung tidak memikirkan hal-hal yang negatif. Individu yang merasa tidak mampu mengontrol situasi cenderung mengalami level kecemasan yang tinggi, selalu memikirkan kekurangan mereka, memandang lingkungan sekitar penuh dengan ancaman, membesar-besarkan masalah kecil, dan terlalu cemas pada hal-hal kecil yang sebenarnya jarang terjadi (Bandura, 1997: 207).

d  Proses seleksi

Kemampuan individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu turut mempengaruhi efek dari  suatu kejadian. Individu cenderung menghindari aktivitas dan situasi yang diluar batas kemampuan mereka. Bila individu merasa yakin bahwa mereka mampu menangani suatu situasi, maka mereka cenderung tidak menghindari situasi tersebut. Dengan adanya pilihan yang dibuat, individu kemudian dapat meningkatkan kemampuan, minat, dan hubungan sosial mereka (Bandura, 1997: 210)  

5.            Karakteristik individu yang memiliki Efikasi Diri tinggi dan  Efikasi Diri rendah 

Karakteristik individu yang memiliki Efikasi Diri yang tinggi adalah  ketika individu tersebut merasa yakin bahwa mereka mampu menangani sesecara  efektif peristiwa dan situasi yang  mereka hadapi, tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas, percaya pada kemampuan diri yang mereka miliki, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman dan suka mencari situasi baru, menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan komitmen yang kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha yang  kuat dalam apa yang dilakuakanya dan meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, cepat memulihkan rasa mampu setelah  mengalami kegagalan, dan menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya (Bandura, 1997: 211).

Karakteristik individu yang memiliki  Efikasi Diri yang rendah adalah individu yang merasa tidak berdaya, cepat sedih, apatis, cemas, menjauhkan diri dari tugas-tugas yang sulit, cepat menyerah saat menghadapi rintangan, aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin di capai, dalam situasi sulit cenderung akan memikirkan kekurangan mereka, beratnya tugas tersebut, dan konsekuensi dari kegagalanya, serta lambat untuk memulihkan kembali perasaan mampu setelah mengalami kegagalan (Bandura, 1997: 212).

6.            Faktor-faktor yang memperngaruhi  Efikasi Diri

Menurut Bandura (1997: 212) tinggi rendahnya Efikasi Diri seseorang dalam tiap tugas sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Menurut Bandura (1997: 213) ada beberapa yg mempengaruhi Efikasi Diri, antara lain:

a  Jenis kelamin

Orang tua sering kali memiliki pandangan yang berbeda terhadap kemampuan laki-laki dan perempuan. Zimmerman (Bandura, 1997: 213)  mengatakan bahwa terdapat perbedaan pada perkembangan kemapuan dan kompetesi laki-laki dan perempuan. Ketika  laki-laki berusaha untuk sangat membanggakan dirinya, perempuan sering kali meremehkan kemampuan mereka. Hal ini berasal dari pandangan orang tua terhadap anaknya. Orang tua menganggap bahwa wanita lebih sulit untuk mengikuti pelajaran dibanding laki-laki, walapun prestasi akademik mereka tidak terlalu berbeda. Semakin seorang wanita menerima perlakuan streotipe gender ini, maka semakin rendah penilaian mereka terhadap kemampuan dirinya. Pada beberapa bidang pekerjaan tertentu para pria memiliki  Efikasi Diri yang lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya wanita unggul dalam beberapa pekerjaan dibandingkan dengan pria.  


b.  Usia

Efikasi Diri  terbentuk melalui proses  belajar sosial yang dapat berlangsung selama masa kehidupan.  Individu yang lebih tua cenderung memiliki rentang waktu dan pengalaman yang lebih banyak dalam mengatasi suatu hal yang terjadi jika dibandingkan dengan individu yang lebih muda, yang mungkin masih memiliki sedikit pengalaman dan peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Individu yang lebih tua akan lebih mampu dalam mengatasi rintangan  dalam hidupnya dibandingkan dengan individu yang lebih muda, hal ini juga berkaitan dengan pengalaman yang individu miliki sepanjang rentang kehidupannya.

c.   Tingkat pendidikan

Efikasi Diri  terbentuk melalui proses belajar yang dapat diterima individu pada tingkat pendidikan formal. Individu yang memiliki jenjang yang lebih tinggi biasanya memiliki  Efikasi Diri yang lebih tinggi, karena pada dasarnya mereka lebih banyak  belajar dan lebih banyak menerima pendidikan formal, selain itu individu yang memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar  dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam hidupnya.

d.   Pengalaman 

Efikasi Diri  terbentuk melalui proses belajar yang dapat terjadi pada suatu organisasi ataupun perusahaan dimana individu bekerja. Efikasi Diri terbentuk sebagai suatu proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam situasi kerjanya tersebut. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi self efficacy yang dimiliki individu tersebut dalam pekerjaan tertentu, akan tetapi tidak menutup kemungkinann bahwa self efficacy yang dimiliki oleh individu tersebut justru cenderung menurun atau tetap. Hal ini juga  sangat tergantung kepada bagaimana  individu menghadapai keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya  selama melalukan pekerjaan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar