Efikasi Diri (Self Efficacy)
Efikasi diri
merupakan konsep yang relatif baru di dalam penelitian akademik. Walaupun
kajian efikasi diri lebih banyak dilakukan dalam konteks terapi, beberapa studi
terkini menunjukkan bahwa efikasi diri memegang kekuatan signifikan untuk
memprediksi dan menjelaskan kinerja akademik di berbagai bidang.
1.
Pengertian Efikasi Diri
Efikasi diri
dinyatakan sebagai “people's judgments of their capabilities to organize and
execute courses of action required to attain designated types of performances" (Bandura, 1986: 61). Artinya, efikasi diri merupakan keyakinan
seseorang bahwa dia dapat menjalankan suatu tugas pada suatu tingkat tertentu,
yang mempengaruhi tingkat pencapaian tugasnya. Efikasi diri merupakan konsep
yang diturunkan dari Teori Kognitif Sosial (Sosial-Cognitive Theory)
yang digagas oleh Albert Bandura (1945-…). Teori ini memandang pembelajaran
sebagai penguasaan pengetahuan melalui pemrosesan secara kognitif informasi
yang diterima.
Istilah
“sosial” mengandung pengertian bahwa pemikiran dan kegiatan manusia berawal
dari apa yang dipelajari dalam masyarakat, sedangkan istilah “kognitif”
mengandung pengertian bahwa terdapat kontribusi influensial proses kognitif
terhadap motivasi, sikap, dan perilaku manusia. Secara singkat, teori ini
menyatakan bahwa sebagian besar pengetahuan dan perilaku anggota organisasi
digerakkan dari lingkungan, dan secara terus-menerus mengalami proses berpikir
terhadap informasi yang diterima. Selain itu, proses ini pada setiap individu
berbeda dengan individu lainnya, bergantung pada keunikan karateristik
personalnya.
Berdasarkan
pendapat diatas, diketahui bahwa keyakinan diri adalah representasi mental dan
kognitif individu atas realitas, yang terbentuk oleh pengalaman-pengalaman masa
lalu dan masa kini, dan disimpan dalam memori. Dalam jangka panjang keyakinan
ini mempengaruhi cara-cara sosialisasi yang akan dilakukan serta cara pandang
seseorang terhadap kualitas dirinya sendiri, yang baik ataupun yang buruk.
2.
Sumber Efikasi Diri
Bandura
(1997: 195) menyatakan bahwa efikasi diri dapat diperoleh, dipelajari, dan
dikembangkan dari empat sumber informasi. Pada dasarnya, keempat sumber
tersebut adalah stimulasi atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau
pembangkit positif untuk berusaha menyelesaikan tugas atau masalah yang
dihadapi. Adapun sumber-sumber efikasi diri tersebut adalah:
a. Enactive
Attainment and Performance Accomplishment (Pengalaman Keberhasilan dan
Pencapaian Prestasi), yaitu sumber ekspektasi efikasi diri yang penting karena
berdasar pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh
suatu prestasi akan terdorong meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap
efikasi dirinya. Pengalaman keberhasilan individu ini meningkatkan ketekunan dan
kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi
kegagalan.
b. Vicarious
Experience (Pengalaman Orang Lain), yaitu mengamati perilaku dan
pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini
efikasi diri individu dapat meningkat, terutama jika ia merasa memiliki
kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang
menjadi subyek belajarnya. Ia akan mempunyai kecenderungan merasa mampu
melakukan hal yang sama. Meningkatnya efikasi diri individu ini dapat
meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan efikasi diri
ini akan menjadi efektif jika subyek yang menjadi model tersebut mempunyai
banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan model, kesamaan tingkat
kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang
dicapai oleh model.
c. Verbal
Persuasion (Persuasi Verbal), yaitu individu mendapat bujukan atau
sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah yang akan
dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu untuk berusaha
lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Akan tetapi, efikasi diri
yang tumbuh dengan metode ini biasanya tidak bertahan lama, apalagi kemudian
individu mengalami peristiwa traumatis yang tidak menyenangkan.
d. Physiological
State and Emotional Arousal (Keadaan Fisiologis dan Psikologis), yaitu
situasi yang menekan kondisi emosional. Gejolak emosi, kegelisahan yang
mendalam, dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan
dirasakan sebagai suatu isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan.
Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas
sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya, seseorang cenderung
akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh
ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya.
Karena itu, efikasi diri biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat
stress dan kecemasan. Sebaliknya, efikasi diri yang rendah ditandai oleh
tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula.
3.
Aspek-aspek Efikasi Diri
Bandura
(1986: 68) mengungkapkan bahwa perbedaan efikasi diri pada setiap individu
terletak pada tiga aspek/komponen, yaitu: magnitude (tingkat
kesulitan tugas), strength (kekuatan keyakinan), dan generality (generalitas).
Masing-masing aspek mempunyai implikasi penting di dalam kinerja individu yang
secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Magnitude (tingkat
kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas
individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba
individu berdasarkan ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu
akan berupaya melakukan tugas tertentu yang ia persepsikan dapat
dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku yang ia
persepsikan di luar batas kemampuannya.
b. Strength (kekuatan
keyakinan), yaitu aspek yang berkaitan dengan kekuatan keyakinan individu atas
kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong
untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan walaupun mungkin belum memiliki
pengalaman-pengalaman yang menunjang. Sebaliknya, pengharapan yang lemah dan
ragu-ragu akan kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman
yang tidak menunjang.
c. Generality (generalitas),
yaitu hal yang berkaitan dengan luas cakupan tingkah laku diyakini oleh
individu mampu dilaksanakan. Keyakinan individu terhadap kemampuan dirinya
bergantung pada pemahaman kemampuan dirinya, baik yang terbatas pada suatu
aktivitas dan situasi tertentu maupun pada serangkaian aktivitas dan situasi
yang lebih luas dan bervariasi.
4.
Proses-proses
yang Mempengaruhi Efikasi Diri
Menurut
Bandura (1997: 200), proses psikologis dalam Efikasi Diri yang turut
berperan dalam diri manusia ada 4 yakni proses kognitif, motivasional, afeksi
dan proses pemilihan/seleksi.
a
Proses kognitif
Proses
kognitif merupaka proses berfikir, didalamya termasuk pemerolehan,
pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Kebanyakan tindakan manusia bermula
dari sesuau yang difikirkan terlebih dahulu. Individu yang memiliki
Efikasi Diri yang tinggi lebih senang membayangkan tentang kesuksesan. Sebaliknya
individu yang Efikasi Diri-nya rendah lebih banyak membayangkan kegagalan
dan hal-hal yang dapat menghambat tercapainya kesuksesan (Bandura, 1997: 202).
Bentuk tujuan personal juga dipengaruhi oleh penilaian akan kemampuandiri.
Semakin seseorang mempersepsikan dirinya mampu maka individu akan semakin
membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuannnya dan semakin kuat komitmen
individu terhadap tujuannya (Bandura, 1997: 202).
b
Proses motivasi
Kebanyakan
motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif. Individu memberi
motivasi/dorongan bagi diri mereka sendiri dan mengarahkan tindakan
melalui tahap pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kepercayaan akan kemampuan diri
dapat mempengaruhi motivasi dalam beberapa hal, yakni menentukan tujuan
yang telah ditentukan individu, seberapa besar usaha yang dilakukan,
seberapa tahan mereka dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan ketahanan mereka
dalam menghadapi kegagalan (Bandura, 1997: 204).
Menurut
Bandura (1997: 206), ada tiga teori yang menjelaskan tentang proses motivasi.
Teori pertama adalah causal attributions (atribusi
penyebab). Teori ini fokus pada sebab-sebab yang mempengaruhi motivasi, usaha,
dan reaksi-reaksi individu. Individu yang memiliki Efikasi Diri tinggi bila
mengahadapi kegagalan cenderung menganggap kegagalan tersebut diakibatkan
usaha-usaha yang tidak cukup memadai. Sebaliknya, individu yang Efikasi
Dirinya rendah, cenderung menganggap kegagalanya diakibatkan kemampuan mereka
yang terbatas. Teori kedua, outcomes experience (harapan akan
hasil), yang menyatakan bahwa motivasi dibentuk melalui harapan-harapan.
Biasanya individu akan berperilaku sesuai dengan keyakinan mereka tentang apa
yang dapat mereka lakukan. Teori ketiga, goal theory (teori
tujuan), dimana dengan membentuk tujuan terlebih dahulu dapat meningkatkan
motivasi.
c
Proses afektif
Proses
afeksi merupakan proses pengaturan kondisi emosi dan reaksi emosional. Menurut
Bandura (1997: 206), keyakinan individu akan coping mereka
turut mempengaruhi level stres dan depresi seseorang saat mereka menghadapi
situasi yang sulit. Persepsi Efikasi Diri tentang kemampuannya mengontrol
sumber stres memiliki peranan penting dalam timbulnya kecemasaan.
Individu yang percaya akan kemampuannya untuk mengontrol situasi cenderung
tidak memikirkan hal-hal yang negatif. Individu yang merasa tidak mampu
mengontrol situasi cenderung mengalami level kecemasan yang tinggi, selalu
memikirkan kekurangan mereka, memandang lingkungan sekitar penuh dengan
ancaman, membesar-besarkan masalah kecil, dan terlalu cemas pada hal-hal kecil
yang sebenarnya jarang terjadi (Bandura, 1997: 207).
d
Proses seleksi
Kemampuan
individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu turut mempengaruhi efek
dari suatu kejadian. Individu cenderung menghindari aktivitas dan situasi
yang diluar batas kemampuan mereka. Bila individu merasa yakin bahwa mereka
mampu menangani suatu situasi, maka mereka cenderung tidak menghindari situasi
tersebut. Dengan adanya pilihan yang dibuat, individu kemudian dapat
meningkatkan kemampuan, minat, dan hubungan sosial mereka (Bandura, 1997:
210)
5.
Karakteristik individu yang memiliki Efikasi
Diri tinggi dan Efikasi Diri rendah
Karakteristik
individu yang memiliki Efikasi Diri yang tinggi adalah ketika individu
tersebut merasa yakin bahwa mereka mampu menangani sesecara efektif
peristiwa dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam menyelesaikan
tugas-tugas, percaya pada kemampuan diri yang mereka miliki, memandang
kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman dan suka mencari situasi baru,
menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan komitmen yang kuat
terhadap dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang dilakuakanya
dan meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada tugas dan
memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, cepat memulihkan rasa mampu
setelah mengalami kegagalan, dan menghadapi stressor atau ancaman dengan
keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya (Bandura, 1997: 211).
Karakteristik
individu yang memiliki Efikasi Diri yang rendah adalah individu yang
merasa tidak berdaya, cepat sedih, apatis, cemas, menjauhkan diri dari
tugas-tugas yang sulit, cepat menyerah saat menghadapi rintangan, aspirasi yang
rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin di capai, dalam
situasi sulit cenderung akan memikirkan kekurangan mereka, beratnya tugas
tersebut, dan konsekuensi dari kegagalanya, serta lambat untuk memulihkan
kembali perasaan mampu setelah mengalami kegagalan (Bandura, 1997: 212).
6.
Faktor-faktor yang memperngaruhi
Efikasi Diri
Menurut
Bandura (1997: 212) tinggi rendahnya Efikasi Diri seseorang dalam tiap tugas
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang
berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Menurut Bandura
(1997: 213) ada beberapa yg mempengaruhi Efikasi Diri, antara lain:
a
Jenis kelamin
Orang tua
sering kali memiliki pandangan yang berbeda terhadap kemampuan laki-laki dan
perempuan. Zimmerman (Bandura, 1997: 213) mengatakan bahwa terdapat
perbedaan pada perkembangan kemapuan dan kompetesi laki-laki dan perempuan.
Ketika laki-laki berusaha untuk sangat membanggakan dirinya, perempuan
sering kali meremehkan kemampuan mereka. Hal ini berasal dari pandangan orang
tua terhadap anaknya. Orang tua menganggap bahwa wanita lebih sulit untuk
mengikuti pelajaran dibanding laki-laki, walapun prestasi akademik mereka tidak
terlalu berbeda. Semakin seorang wanita menerima perlakuan streotipe gender
ini, maka semakin rendah penilaian mereka terhadap kemampuan dirinya. Pada
beberapa bidang pekerjaan tertentu para pria memiliki Efikasi Diri yang
lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya wanita unggul dalam
beberapa pekerjaan dibandingkan dengan pria.
b.
Usia
Efikasi
Diri terbentuk melalui proses belajar sosial yang dapat berlangsung
selama masa kehidupan. Individu yang lebih tua cenderung memiliki rentang
waktu dan pengalaman yang lebih banyak dalam mengatasi suatu hal yang terjadi
jika dibandingkan dengan individu yang lebih muda, yang mungkin masih memiliki
sedikit pengalaman dan peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Individu yang lebih
tua akan lebih mampu dalam mengatasi rintangan dalam hidupnya dibandingkan
dengan individu yang lebih muda, hal ini juga berkaitan dengan pengalaman yang
individu miliki sepanjang rentang kehidupannya.
c.
Tingkat pendidikan
Efikasi
Diri terbentuk melalui proses belajar yang dapat diterima individu pada
tingkat pendidikan formal. Individu yang memiliki jenjang yang lebih tinggi
biasanya memiliki Efikasi Diri yang lebih tinggi, karena pada dasarnya
mereka lebih banyak belajar dan lebih banyak menerima pendidikan formal,
selain itu individu yang memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan
lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam mengatasi
persoalan-persoalan dalam hidupnya.
d.
Pengalaman
Efikasi
Diri terbentuk melalui proses belajar yang dapat terjadi pada suatu
organisasi ataupun perusahaan dimana individu bekerja. Efikasi Diri terbentuk
sebagai suatu proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam situasi kerjanya
tersebut. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi self efficacy yang
dimiliki individu tersebut dalam pekerjaan tertentu, akan tetapi tidak menutup
kemungkinann bahwa self efficacy yang dimiliki oleh individu tersebut justru
cenderung menurun atau tetap. Hal ini juga sangat tergantung kepada
bagaimana individu menghadapai keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya
selama melalukan pekerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar