Perubahan
sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial
dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu
selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di
dalamnya nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat
itu yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial.
Masih
banyak faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun
mempengaruhi proses suatu perubahan sosial. Kontak-kontak dengan kebudayaan
lain yang kemudian memberikan pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, penduduk yang heterogen,
tolerasi terhadap perbuatan-perbuatan yang semula dianggap menyimpang dan
melanggar tetapi yang lambat laun menjadi norma-norma, bahkan
peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang bersifat formal.
Perubahan
itu dapat mengenai lingkungan hidup dalam arti lebih luas lagi, mengenai
nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola keperilakuan,
strukturstruktur, organisasi, lembaga-lembaga, lapisan-lapisan masyarakat,
relasi-relasi sosial, sistem-sistem komunikasi itu sendiri. Juga perihal
kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, kemajuan teknologi dan seterusnya.
Ada
pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial itu merupakan suatu respons
ataupun jawaban dialami terhadap perubahan-perubahan tiga unsur utama :
1.
Faktor alam
2.
Faktor teknologi
3.
Faktor kebudayaan
Kalau
ada perubahan daripada salah satu faktor tadi, ataupun kombinasi dua
diantaranya, atau bersama-sama, maka terjadilah perubahan sosial. Faktor alam
apabila yang dimaksudkan adalah perubahan jasmaniah, kurang sekali menentukan
perubahan sosial. Hubungan korelatif antara perubahan slam dan perubahan sosial
atau masyarakat tidak begitu kelihatan, karena jarang sekali alam mengalami
perubahan yang menentukan, kalaupun ada maka prosesnya itu adalah lambat.
Dengan demikian masyarakat jauh lebih cepat berubahnya daripada perubahan alam.
Praktis tak ada hubungan langsung antara kedua perubahan tersebut. Tetapi kalau
faktor alam ini diartikan juga faktor biologis, hubungan itu bisa di lihat
nyata. Misalnya saja pertambahan penduduk yang demikian pesat, yang mengubah
dan memerlukan pola relasi ataupun sistem komunikasi lain yang baru. Dalam
masyarakat modern, faktor teknologi dapat mengubah sistem komunikasi ataupun
relasi sosial. Apalagi teknologi komunikasi yang demikian pesat majunya sudah
pasti sangat menentukan dalam perubahan sosial itu.
Sedang
pola-pola dalam perubahan sosial meliputi pola linear, pola unilinier, pola
siklus dan pola gabungan.
a. Pola
Linear
Perkembangan
masyarakat mengikuti suatu pola yang pasti. Pemikiran mengenai pola
perkembangan linear kita temukan dalam karya Comte. Menurut Comte
kemajuan progresif peradaban manusia mengikuti suatu jalan yang alami, pasti,
sama, dan tak tcrelakkan. Dalam teorinya yang dikenal dengan nama "Hukum
Tiga Tahap". Pada tahap pertama yang diberinya nama tahap Teologis dan
Militer, Comte melihat bahwa semua hubungan sosial bersifat militer; masyarakat
senantiasa bertujuan menundukkan masyarakat lain. Tahap kedua, tahap Metafisik
dan Yuridis, merupakan tahap antara yang menjembatani masyarakat militer dengan
masyarakat industri. Pengamatan masih dikuasai imajinasi tetapi lambat laun
semakin merubahnya dan menjadi dasar bagi penelitian. Pada tahap ketiga, tahap
Ilmu Pengetahuan dan Industri, industri mendominasi hubungan sosial dan
produksi menjadi tujuan utama masyarakat Imajinasi telah digeser oleh
pengamatan dan konsepsi-konsepsi teoritik telah bersifat positif.
b. Pola
Unilinier
Spencer
mengemukakan bahwa struktur sosial berkembang secara evolusioner dari struktur
yang homogen menjadi heterogen. Perubahan struktur berlangsung dengan diikuti
perubahan fungsi. Suku yang sederhana bergerak maju secara evolusioner ke arah
ukuran lebih besar, keterpaduan, kemajemukan, dan kepastian sehingga terjelma
suatu bangsa yang beradab.
Comte
dan Spencer berbicara mengenai perubahan yang senantiasa menuju ke arah
kemajuan. Namun ada pula pandangan unilinear yang cenderung mengagung-agungkan
masa lampau dan melihat bahwa masyarakat berkembang ke arah kemunduran suatu
pandangan yang oleh Wilbert E. Moore dinamakan "primitivisme."
c. Pola
Siklus
Menurut pola
siklus, masyarakat berkembang laksana suatu roda: kadang kala naik ke atas,
kadangkala turun ke bawah. Dalam bukunya The Decline of the West , Oswald
Spengler mengemukakan sebagai berikut: the great cultures accomplish their
majestic wave cycles. "They appear suddenly, swell in splendid lines,
flatten again, and vanish ... dan Every culture passes through the age phases of
the individual man. Each has its childhood, youth, manhood, and old age. Kutipan-kutipan ini mencerminkan
pandangannya bahwa kebudayaan tumbuh, berkembang dan pudar laksana perjalanan
gelombang, yang muncul mendadak, bcrkembang dan kemudian lenyap; ataupun
laksana tahap perkembangan seorang manusia--melcwati masa muda, masa dewasa,
masa tua, dan akhirnya punah.
d. Gabungan
Beberapa Pola
Sejumlah
teori menampilkan penggabungan antara pola-pola tersebut di atas.
Pengelompokkan
teori perubahan sosial telah dilakukan oleh Strasser dan Randall. Perubahan
sosial dapat dilihat dari empat teori, yaitu teori kemunculan diktator dan
demokrasi, teori perilaku kolektif, teori inkonsistensi status dan analisis
organisasi sebagai subsistem sosial.
Perspektif
|
Penjelasan
Tentang Perubahan
|
Barrington
Moore, teori kemunculan diktator dan demokrasi
|
Teori
ini didasarkan pada pengamatan panjang tentang sejarah pada beberapa negara
yang telah mengalami transformasi dari basis ekonomi agraria menuju basis
ekonomi industri.
|
Teori
perilaku kolektif
|
Teori
dilandasi pemikiran Moore namun lebih menekankan pada proses perubahan
daripada sumber perubahan sosial.
|
Teori
inkonsistensi status
|
Teori
ini merupakan representasi dari teori psikologi sosial.
Pada teori ini, individu dipandang sebagai suatu bentuk ketidakkonsistenan
antara status individu dan grop dengan aktivitas atau sikap yang
didasarkan pada perubahan.
|
Analisis
organisasi sebagai subsistem sosial
|
Alasan
kemunculan teori ini adalah anggapan bahwa organisasi terutama birokrasi dan
organisasi tingkat lanjut yang kompleks dipandang sebagai hasil transformasi
sosial yang muncul pada masyarakat modern. Pada sisi lain, organisasi
meningkatkan hambatan antara sistem sosial dan sistem interaksi.
|
A. Proses
Perubahan Sosial
Proses
perubahan sosial terdiri dari tiga tahap barurutan : (1) invensi yaitu proses
di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, ialah proses di
mans ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam Sistem sosial, dan (3)
konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem social sebagai
akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan
atau penolakan ide baru itu mempunysi akibat. Karena itu perubahan sosial
adalah akibat komunikasi sosial.
Beberapa
pengamat terutama ahli anthropologi memerinci dua tahap tambahan dalam urutan
proses di atas. Salah satunya ialah pengembangan inovasi yang terjadi telah
invensi sebelum terjadi difusi. Yang dimaksud ialah proses terbentuknya ide
baru dari suatu bentuk hingga menjadi suatu bentuk yang memenuhi kebutuhan
audiens penerima yang menghendaki. Kami tidak memaaukkan tahap ini karena ia
tidak selalu ada. Misalnya, jika inovasi itu dalam bentuk yang siap pakai.
Tahap terakhir yang terjadi setelah konsekwensi, adalah menyusutnya inovasi,
ini menjadi bagian dari konsekwensi.
Yang
memicu terjadinya perubahan dan sebaliknya perubahan sosial dapat juga
terhambat kejadiannya selagi ada faktor yang menghambat perkembangannya. Faktor
pendorong perubahan sosial meliputi kontak dengan kebudayaan lain, sistem
masyarakat yang terbuka, penduduk yang heterogen serta masyarakat yang
berorientasi ke masa depan. Faktor penghambat antara lain sistem masyarakat
yang tertutup, vested interest, prasangka terhadap hal yang baru serta adat
yang berlaku.
Perubahan
sosial dalam masyarakat dapat dibedakan dalam perubahan cepat dan lambat,
perubahan kecil dan besar serta perubahan direncanakan dan tidak direncanakan. Tidak ada satu perubahan yang tidak meninggalkan dampak pada
masyarakat yang sedang mengalami perubahan tersebut. Bahkan suatu penemuan
teknologi baru dapat mempengaruhi unsur-unsur budaya lainnya. Dampak dari
perubahan sosial antara lain meliputi disorganisasi dan reorganisasi sosial,
teknologi serta cultural.
B. Penyebab
Perubahan Sosial
1. Dari
Dalam Masyarakat
a. Mobilitas
Penduduk
Mobilitas
penduduk ini meliputi bukan hanya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau
sebaiiknya, tetapi juga bertambah dan berkurangnya penduduk
b. Penemuan-penemuan
baru (inovasi)
Adanya
penemuan teknologi baru, misalnya teknologi plastik. Jika dulu daun jati, daun
pisang dan biting (lidi) dapat diperdagangkan secara besar-besaran maka
sekarang tidak lagi.
Suatu
proses sosial perubahan yang terjadi secara besar-besaran dan dalam jangka
waktu yang tidak terlalu lama sering disebut dengan inovasi atau innovation.
Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat
dibedakan dalam pengertian-pengertian Discovery dan Invention
Discovery adalah
penemuan unsur kebudayaan baru baik berupa alat ataupun gagasan yang diciptakan
oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu.
Discovery
baru menjadi invention kalau masyarakat sudah mengakui dan menerapkan
penemuan baru itu.
c. Pertentangan
masyarakat
Pertentangan
dapat terjadi antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan
kelompok.
d. Terjadinya
Pemberontakan atau Revolusi
Pemberontakan
dari para mahasiswa, menurunkan rezim Suharto pada jaman orde baru. Munculah
perubahan yang sangat besar pada Negara dimana sistem pemerintahan yang
militerisme berubah menjadi demokrasi pada jaman refiormasi. Sistem komunikasi
antara birokrat dan rakyat menjadi berubah (menunggu apa yang dikatakan
pemimpin berubah sebagai abdi masyarakat).
2. Dari
Luar Masyarakat
·
Peperangan
Negara
yang menang dalam peperangan pasti akan menanamkan nilai-nilai sosial dan
kebudayaannya.
·
Lingkungan
Terjadinya
banjir, gunung meletus, gempa bumi, dll yang mengakibatkan penduduk di wilayah
tersebut harus pindah ke wilayah lain. Jika wilayah baru keadaan alamnya tidak
sama dengan wilayah asal mereka, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan
keadaan di wilayah yang baru guna kelangsungan kehidupannya.
·
Kebudayaan Lain
Masuknya
kebudayaan Barat dalam kehidupan masyarakat di Indonesia menyebabkan terjadinya
perubahan.
C. Faktor-faktor
Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial
1. Faktor-faktor
Pendorong
·
Intensitas hubungan/kontak dengan
kebudayaan lain
·
Tingkat Pendidikan yang maju
·
Sikap terbuka dari masyarakat
·
Sikap ingin berkembang dan maju dari
masyarakat
2. Faktor-faktor
Penghambat
·
Kurangnya hubungan dengan masyarakat
luar
·
Perkembangan pendidikan yang lambat
·
Sikap yang kuat dari masyarakat terhadap
tradisi yang dimiliki
·
Rasa takut dari masyarakat jika terjadi
kegoyahan (pro kemapanan)
·
Cenderung menolak terhadap hal-hal baru
D. Dampak
Akibat Perubahan Sosial
Arah
perubahan meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan
orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan
sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi
pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (3)
suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksis atau ada pada masa
lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa yang selain berupaya
mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang kehidupan, apakah aspek ekonomis,
birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namun demikian, tidaklah
luput perhatian masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk berupaya
menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur atau
nilai-nilai kepribadian atau jati diri sebagai bangsa yang bermartabat.
Dalam
memantapkan orientasi suatu proses perubahan, ada beberapa faktor yang
memberikan kekuatan pada gerak perubahan tersebut, yang antara lain adalah
sebagai berikut, (1) suatu sikap, baik skala individu maupun skala kelompok,
yang mampu menghargai karya pihak lain, tanpa dilihat dari skala besar atau
kecilnya produktivitas kerja itu sendiri, (2) adanya kemampuan untuk mentolerir
adanya sejumlah penyimpangan dari bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas,
sebab pada hakekatnya salah satu pendorong perubahan adanya individu-individu
yang menyimpang dari hal-hal yang rutin. Memang salah satu ciri yang hakiki
dari makhluk yang disebut manusia itu adalah sebagai makhluk yang disebut homo
deviant, makhluk yang suka menyimpang dari unsur-unsur rutinitas, (3)
mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yang mampu memberikan penghargaan
(reward) kepada pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi,
baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan iptek, (4) adanya atau tersedianya
fasilitas dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki spesifikasi dan
kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi semua fihak yang
membutuhkannya.
Modernisasi,
menunjukkan suatu proses dari serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan
nilai-nilai (fisik, material dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi
universal, rasional, dan fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan
nilai-nilai tradisi. Modernisasi berasal dari kata modern (maju), modernity
(modernitas), yang diartikan sebagai nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek
ruang, waktu, dan kelompok sosialnya lebih luas atau universal, itulah
spesifikasi nilai atau values. Sedangkan yang lazim
dipertentangkan dengan konsep modernadalah tradisi, yang berarti
barang sesuatu yang diperoleh seseorang atau kelompok melalui proses pewarisan
secara turun temurun dari generasi ke generasi. Umumnya tradisi meliputi
sejumlah norma (norms) yang keberlakuannya tergantung pada (depend on)
ruang (tempat), waktu, dan kelompok (masyarakat) tertentu. Artinya
keberlakuannya terbatas, tidak bersifat universal seperti yang berlaku bagi
nilai-nilai atau values. Sebagai contoh atau kasus, seyogianya
manusia mengenakkan pakaian, ini merupakan atau termasuk kualifikasi nilai
(value). Semua fihak cenderung mengakui dan menganut nilai atau value ini.
Namun, pakaian model apa yang harus dikenakan itu? Perkara model pakaian yang
disukai, yang disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yang menjadi urusan
norma-norma yang dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, dan dari kelompok
ke kelompok akan lebih cenderung beraneka ragam.
Spesifikasi
norma-norma dan tradisi bila dilihat atas dasar proses modernisasi adalah
sebagai berikut, (1) ada norma-norma yang bersumber dari tradisi itu, boleh dikatakan
sebagai penghambat kemajuan atau proses modernisasi, (2) ada pula sejumlah
norma atau tradisi yang memiliki potensi untuk dikembangkan, disempurnakan,
dilakukan pencerahan, atau dimodifikasi sehingga kondusif dalam menghadapi
proses modernisasi, (3) ada pula yang betul-betul memiliki konsistensi dan
relevansi dengan nilai-nilai baru. Dalam kaitannya dengan modernisasi
masyarakat dengan nilai-nilai tradisi ini, maka ditampilkan spesifikasi atau
kualifikasi masyarakat modern, yaitu bahwa masyarakat atau orang yang tergolong
modern (maju) adalah mereka yang terbebas dari kepercayaan terhadap tahyul. Konsep
modernisasi digunakan untuk menamakan serangkaian perubahan yang terjadi pada
seluruh aspek kehidupan masyarakat tradisional sebagai suatu upaya mewujudkan
masyarakat yang bersangkutan menjadi suatu masyarakat industrial. Modernisasi
menunjukkan suatu perkembangan dari struktur sistem sosial, suatu bentuk
perubahan yang berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik,
pendidikan, tradisi dan kepercayaan dari suatu masyarakat, atau satuan sosial
tertentu.
Modernisasi
suatu kelompok satuan sosial atau masyarakat, menampilkan suatu pengertian yang
berkenaan dengan bentuk upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sadar
dan kondusif terhadap tuntutan dari tatanan kehidupan yang semakin meng-global
pada saat kini dan mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seseorang atau
masyarakat yang bersangkutan, manakala dihadapkan pada arus globalisasi tatanan
kehidupan manusia, suatu masyarakat tertentu (misalnya masyarakat Indonesia)
tidaklah sekedar memperlihatkan suatu fenomena kebengongan semata,
tetapi diharapkan mampu merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara
signifikan bagi eksistensi bagi dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya.
Adapun spesifikasi sikap mental seseorang atau kelompok yang kondusif untuk
mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi adalah, (1) nilai budaya atau
sikap mental yang senantiasa berorientasi ke masa depan dan dengan cermat
mencoba merencanakan masa depannya, (2) nilai budaya atau sikap mental yang
senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber
daya alam, dan terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini,
memang iptek bisa dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing,
namun dalam penerapannya memerlukan proses adaptasi yang sering lebih rumit
daripada mengembangkan iptek baru, (3) nilai budaya atau sikap mental yang siap
menilai tinggi suatuprestasi dan tidak menilai tinggi status sosial,
karena status ini seringkali dijadikan suatu predikat yang bernuansa gengsi
pribadi yang sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya bisa didasarkan
pada konsep seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland
(Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented, (4) nilai budaya
atau sikap mental yang bersedia menilai tinggi usaha fihak lain yang mampu
meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.
Tanpa
harus suatu masyarakat berubah seperti orang Barat, dan tanpa harus bergaya
hidup seperti orang Barat, namun unsur-unsur iptek Barat tidak ada salahnya
untuk ditiru, diambil alih, diadopsi, diadaptasi, dipinjam, bahkan dibeli.
Manakala persyaratan ini telah dipenuhi dan keempat nilai budaya atau sikap
mental yang telah ditampilkan telah dimiliki oleh suatu masyarakat tersebut.
Khusus untuk masyarakat di Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa
sistem ekonomi, politik, dan kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar di Asia
seperti India dan Cina, yang diadopsi dan diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di
Nusantara ini, seperti Sriwijaya dan Majapahit, namun fakta sejarah tidak
membuktikan bahwa orang-orang Sriwijaya dan Majapahit, dalam pengadopsian
dan pengadaptasian nilai-nilai kebudayaan tadi sekaligus menjadi orang India
atau Cina.
Proses
modernisasi sampai saat ini masih tampak dimonopoli oleh masyarakat perkotaan
(urban community), terutama di kota-kota Negara Sedang Berkembang, seperti
halnya di Indonesia. Kota-kota di negara-negara sedang berkembang menjadi
pusat-pusat modernisasi yang diaktualisasikan oleh berbagai bentuk kegiatan
pembangunan, baik aspek fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek
mental-spiritual. Kecenderungan-kecenderungan seperti ini, menjadikan daerah
perkotaan sebagai daerah yang banyak menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi
penduduk pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini menjadi
pendorong kuat bagi penduduk pedesaan untuk beramai-ramai membanjiri dan
memadati setiap sudut daerah perkotaan, dalam suatu proses sosial yang disebut urbanisasi.
Fenomena demografis seperti ini, selanjutnya menjadi salah satu sumber
permasalahan bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya penataan ruang dan kehidupan
masyarakat perkotaan. Sampai dengan saat sekarang ini masalah perkotaan ini
masih menunjukkan gelagat yang semakin ruwet dan kompleks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar