A. Pengertian konflik sosial
Konflik berasal dari kata kerja latin configure, yang berarti saling
memukul, yang dimaksud dengan konflik sosial adalah salah satu bentuk interaksi
sosial antara satu pihak dengan pihak lain didalam masyarakat yang ditandai
dengan adanya sikap saling mengancam, menekan, hingga saling menghancurkan.
Konflik sosial sesungguhnya merupakan suatu proses bertemunya dua pihak atau
lebih yang mempunnyai kepentingan yang relative sama terhadap hal yang sifatnya
terbatas. Dengan demikian, terjadilah persaingan hingga menimbulkan suatu
benturan-benturan fisik baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar.
Berikut ini beberapa pendapat ahli tentang pengertia konflik :
Berstein, menyebutkan bahwa konflik merupakan suatu pertentangan atau perbedaan yang belum pernah dicegah, konflik mempunnyai potensi yang memberikan pengaruh positif dan ada pula yang negative didalam interaksi manusia.
Robert M. Z Lawang mengemukakan bahwa konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, dan kekuasan dimana tujuan dari mereka yang berkonflik tidak hany memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.
Soerjono Soekanto, konflik merupakan proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.
Berstein, menyebutkan bahwa konflik merupakan suatu pertentangan atau perbedaan yang belum pernah dicegah, konflik mempunnyai potensi yang memberikan pengaruh positif dan ada pula yang negative didalam interaksi manusia.
Robert M. Z Lawang mengemukakan bahwa konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, dan kekuasan dimana tujuan dari mereka yang berkonflik tidak hany memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.
Soerjono Soekanto, konflik merupakan proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.
B. Jenis konflik sosial
Sebagaimana diungkapkan di depan, bahwa munculnya konflik dikarenakan
adanya perbedaan dan keragaman. Berkaca dari pernyataan tersebut, Indonesia
adalah salah satu negara yang berpotensi konflik. Lihat saja berita-berita di
media massa, berbagai konflik terjadi di Indonesia baik konflik horizontal
maupun vertikal. Konflik horizontal menunjuk pada konflik yang berkembang di
antara anggota masyarakat. Yang termasuk dalam konflik horizontal adalah
konflik yang bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan seperti di Papua,
Poso, Sambas, dan Sampit. Sedangkan konflik vertikal adalah konflik yang
terjadi antara masyarakat dengan negara. Umumnya konflik ini terjadi karena ketidakpuasan
akan cara kerja pemerintah. Seperti konflik dengan para buruh, konflik Aceh,
serta daerah-daerah yang muncul gerakan separatisme.
Namun, dalam
kenyataannya ditemukan banyak konflik dengan bentuk dan jenis yang beragam.
Soerjono Soekanto (1989:90) berusaha mengklasifikasikan bentuk dan jenis-jenis
konflik tersebut. Menurutnya, konflik mempunyai beberapa bentuk khusus, yaitu:
a. Konflik Pribadi
Konflik terjadi dalam
diri seseorang terhadap orang lain. Umumnya konflik pribadi diawali perasaan
tidak suka terhadap orang lain, yang pada akhirnya melahirkan perasaan benci
yang mendalam. Perasaan ini mendorong tersebut untuk memaki, menghina, bahkan
memusnahkan pihak lawan. Pada dasarnya konflik pribadi sering terjadi dalam
masyarakat.
b. Konflik Rasial
Konfilk rasial umumnya
terjadi di suatu negara yang memiliki keragaman suku dan ras. Lantas, apa yang
dimaksud dengan ras? Ras merupakan pengelompokan manusia berdasarkan ciri-ciri
biologisnya, seperti bentuk muka, bentuk hidung, warna kulit, dan warna rambut.
Secara umum ras di dunia dikelompokkan menjadi lima ras, yaitu Australoid,
Mongoloid, Kaukasoid, Negroid, dan ras-ras khusus. Hal ini berarti kehidupan
dunia berpotensi munculnya konflik juga jika perbedaan antarras dipertajam.
c. Konflik Antarkelas
Sosial
Terjadinya kelas-kelas
di masyarakat karena adanya sesuatu yang dihargai, seperti kekayaan,
kehormatan, dan kekuasaan. Kesemua itu menjadi dasar penempatan seseorang dalam
kelas-kelas sosial, yaitu kelas sosial atas, menengah, dan bawah. Seseorang
yang memiliki kekayaan dan kekuasaan yang besar menempati posisi atas,
sedangkan orang yang tidak memiliki kekayaan dan kekuasaan berada pada posisi
bawah. Dari setiap kelas mengandung hak dan kewajiban serta kepentingan yang
berbeda-beda. Jika perbedaan ini tidak dapat terjembatani, maka situasi kondisi
tersebut mampu memicu munculnya konflik rasial.
d. Konflik Politik
Antargolongan dalam Satu Masyarakat maupun antara Negara-Negara yang Berdaulat
Dunia perpolitikan pun
tidak lepas dari munculnya konflik sosial. Politik adalah cara bertindak dalam
menghadapi atau menangani suatu masalah. Konflik politik terjadi karena setiap
golongan di masyarakat melakukan politik yang berbeda-beda pada saat menghadapi
suatu masalah yang sama. Karena perbedaan inilah, maka peluang terjadinya
konflik antargolongan terbuka lebar. Contoh rencana undang-undang pornoaksi dan
pornografi sedang diulas, masyarakat Indonesia terbelah menjadi dua pemikiran,
sehingga terjadi pertentangan antara kelompok masyarakat yang setuju dengan
kelompok yang tidak menyetujuinya.
e. Konflik Bersifat
Internasional
Konflik internasional
biasanya terjadi karena perbedaanperbedaan kepentingan di mana menyangkut
kedaulatan negara yang saling berkonflik. Karena mencakup suatu negara, maka
akibat konflik ini dirasakan oleh seluruh rakyat dalam suatu negara. Apabila
kita mau merenungkan sejenak, pada umumnya konflik internasional selalu
berlangsung dalam kurun waktu yang lama dan pada akhirnya menimbulkan perang
antarbangsa
C. Faktor penyebab timbulnya
konflik sosial
Banyak orang
berpendapat bahwa konflik terjadi karena adanya perebutan sesuatu yang
jumlahnya terbatas. Adapula yang berpendapat bahwa konflik muncul karena adanya
ketimpangan-ketimpangan dalam masyarakat, terutama antara kelas atas dan kelas
bawah. Selain itu juga karena adanya perbedaan-perbedaan kepentingan,
kebutuhan, dan tujuan dari masing masing anggota masyarakat. Sementara itu,Soerjono
Soekanto mengemukakan bahwa sebab sebab terjadinya konflik antara lain
sebagai berikut.
1.
Perbedaan Antar perorangan
Perbedaan ini dapat
berupa perbedaan perasaan, pendirian, atau pendapat. Hal ini mengingat bahwa
manusia adalah individu yang unik atau istimewa, karena tidak pernah ada
kesamaan yang baku antara yang satu dengan yang lain.
Perbedaan-perbedaan
inilah yang dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik sosial, sebab
dalam menjalani sebuah pola interaksi
sosial, tidak mungkin seseorang akan
selalu sejalan dengan individu yang lain. Misalnya dalam suatu diskusi kelas,
kamu bersama kelompokmu kebetulan sebagai penyaji makalah. Pada satu
kesempatan, ada temanmu yang mencoba untuk mengacaukan jalannya diskusi dengan
menanyakan hal-hal yang sebetulnya tidak perlu dibahas dalam diskusi tersebut.
Kamu yang bertindak selaku moderator melakukan interupsi dan mencoba meluruskan
pertanyaan untuk kembali ke permasalahan pokok. Namun temanmu (si penanya) tadi
menganggap kelompokmu payah dan tidak siap untuk menjawab pertanyaan. Perbedaan
pandangan dan pendirian tersebut akan menimbulkan perasaan amarah dan benci
yang apabila tidak ada kontrol terhadap emosional kelompok akan terjadi
konflik.
2.
Perbedaan Kebudayaan
Perbedaan kebudayaan
mempengaruhi pola pemikiran dan tingkah laku perseorangan dalam kelompok
kebudayaan yang bersangkutan. Selain perbedaan dalam tataran individual,
kebudayaan dalam masing-masing kelompok juga tidak sama. Setiap individu
dibesarkan dalam lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam lingkungan
kelompok masyarakat yang samapun tidak menutup kemungkinan akan terjadi
perbedaan kebudayaan, karena kebudayaan lingkungan keluarga yang membesarkannya
tidak sama. Yang jelas, dalam tataran kebudayaan ini akan terjadi perbedaan nilai
dan norma yang ada dalam lingkungan masyarakat. Ukuran yang dipakai oleh satu
kelompok atau masyarakat tidak akan sama dengan yang dipakai oleh kelompok atau
masyarakat lain. Apabila tidak terdapat rasa saling pengertian dan menghormati
perbedaan tersebut, tidak menutup kemungkinan faktor ini akan menimbulkan
terjadinya konflik sosial. Contohnya seseorang yang dibesarkan pada lingkungan
kebudayaan yang bersifat individualis dihadapkan pada pergaulan kelompok yang
bersifat sosial. Dia akan mengalami kesulitan apabila suatu saat ia ditunjuk
selaku pembuat kebijakan kelompok. Ada kecenderungan dia akan melakukan
pemaksaan kehendak sehingga kebijakan yang diambil hanya menguntungkan satu
pihak saja. Kebijakan semacam ini akan di tentang oleh kelompok besar dan yang
pasti kebijakan tersebut tidak akan diterima sebagai kesepakatan bersama.
Padahal dalam kelompok harus mengedepankan kepentingan bersama. Di sinilah
letak timbulnya pertentangan yang disebabkan perbedaan kebudayaan.
Contoh lainnya adalah
seseorang yang berasal dari etnis A yang memiliki kebudayaan A, pindah ke
wilayah B dengan kebudayaan B. Jika orang tersebut tetap membawa kebudayaan
asal dengan konservatif, tentu saja ia tidak akan diterima dengan baik di
wilayah barunya. Dengan kata lain meskipun orang tersebut memiliki pengaruh
yang kuat, alangkah lebih baik jika tetap melakukan penyesuaian terhadap
kebudayaan tempat tinggalnya yang baru.
3.Bentrokan
Kepentingan
Bentrokan kepentingan dapat terjadi di bidang ekonomi, politik, dan sebagainya. Hal ini karena setiap individu memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda dalam melihat atau mengerjakan sesuatu. Demikian pula halnya dengan suatu kelompok tentu juga akan memiliki kebutuhan dan kepentingan yang tidak sama dengan kelompok lain. Misalnya kebijakan mengirimkan pemenang Putri Indonesia untuk mengikuti kontes ‘Ratu Sejagat’ atau ‘Miss Universe’. Dalam hal ini pemerintah menyetujui pengiriman tersebut, karena dipandang sebagai kepentingan untuk promosi kepariwisataan dan kebudayaan. Di sisi lain kaum agamis menolak pengiriman itu karena dipandang bertentangan dengan norma atau adat ketimuran (bangsa Indonesia). Bangsa Indonesia yang selama ini dianggap sebagai suatu bangsa yang menjunjung tinggi budaya timur yang santun, justru merelakan wakilnya untuk mengikuti kontes yang ternyata di dalamnya ada salah satu persyaratan yang mengharuskan untuk berfoto menggunakan swim suit (pakaian untuk berenang).
4. Perubahan
Sosial yang Terlalu Cepat di dalam Masyarakat
Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya disorganisasi dan perbedaan pendirian mengenai reorganisasi dari sistem nilai yang baru. Perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan mendadak akan membuat keguncangan proses-prosessosial di dalam masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada. Sebenarnya perubahan adalah sesuatu yang wajar terjadi, namun jika terjadinya secara cepat akan menyebabkan gejolak sosial, karena adanya ketidaksiapan dan keterkejutan masyarakat, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya konflik sosial.
Contohnya kenaikan
BBM, termasuk perubahan yang begitu cepat. Masyarakat banyak yang kurang siap
dan kemudian menimbulkan aksi penolakan terhadap perubahan tersebut.
D. Penanggulangan dan
penanganan konflik sosial
Pendekatan
penanggulangan dan penanganan konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua
dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan
menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian
konflik ialah :
1.
Kompetisi
Penyelesaian konflik
yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain.
Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
Sedangkan dalam
wikipedia dijelaskan Cara-cara Pemecahan konflik seperti :
·
Gencatan senjata, yaitu penangguhan
permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu
yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang
luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian,
merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
·
Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang
langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima
serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari
dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal.
Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk
pengadilan.
·
Mediasi, yaitu penghentian pertikaian
oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB
membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
·
Konsiliasi, yaitu usaha untuk
mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai
persetujuan bersama. Misalnya panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang
dibentuk Departemen Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam
kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.
·
Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua
belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti
pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah
pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata
antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
·
Adjudication (ajudikasi), yaitu
penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
Adapun cara-cara yang
lain untuk memecahkan konflik adalah :
Ø Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam
konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami
keluar, dan sebagainya.
Ø Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan
terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang
tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang
terlibat.
Ø Majority rule, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk
mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
Ø Minority consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan
senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak
merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok
mayoritas.
Ø Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di
dalam konflik.
Ø Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali
pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.